Sekolah Legislasi 4.0 “SUARAKARA” Dorong Mahasiswa FMIPA UB Aktif di Proses Legislasi

Marchellina Shagyana memberikan materi pada Sekolah Legislasi 4.0 (Kabarbasic/Ezra)

Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB) menggelar Sekolah Legislasi 4.0 bertajuk “SUARAKARA: Empowering Student Voices Through Legislative Insight” di Gedung MIPA Center 1.1 (Banquet Room) pada Rabu, 22 Oktober 2025, pukul 15.00–19.08 WIB. 

Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa, Ida Bagus Restu, memberikan sambutan (Kabarbasic/Ezra)

Tema SUARAKARA dimaknai oleh panitia sebagai jembatan antara suara atau aspirasi dan tindakan atau perbuatan dalam proses legislasi kampus. Agenda ini menekankan penguatan literasi, riset, serta partisipasi mahasiswa dalam penyusunan dan evaluasi peraturan di lingkungan kampus.

Prof. Chomsin Sulistya Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D, memberikan sambutan (Kabarbasic/Ezra)

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa FMIPA UB, Prof. Chomsin Sulistya Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D, membuka kegiatan dengan ajakan agar mahasiswa memanfaatkan masa studi untuk “berinvestasi” keterampilan di luar kelas dan aktif berorganisasi, bukan sekadar fokus perkuliahan.

Dalam sambutan pembukaan Sekolah Legislasi 4.0, setelah menyoroti minimnya minat legislasi di kalangan mahasiswa MIPA, Ketua Umum DPM FMIPA UB Ida Bagus Restu Ardana menekankan, “Mahasiswa tidak hanya menjadi pendengar, melainkan pelaku aktif dalam proses legislasi di tingkat fakultas.”

Setelah mengapresiasi kerja panitia dan menjelaskan tujuan Sekolah Legislasi 4.0, Kepala Bidang Legislasi Wardatul Roihan menambahkan, “Sekolah ini menjadi sarana memahami alur pembentukan kebijakan sekaligus menumbuhkan budaya demokrasi yang sehat di lingkungan akademik.”

Marchellina Shagyana selaku pemateri memaparkan empat pokok bahasan, yaitu penguatan wawasan legislasi (rujukan teori sosial, pengayaan diksi dan perumusan regulasi, serta siklus dan momentum revisi); peran mahasiswa sebagai objek, subjek, dan pengawas; tantangan utama, seperti apatisme politik kampus, literasi dan komunikasi yang terbatas, bias representasi dan ketimpangan gender, serta minimnya riset dan data; dan rekomendasi aksi melalui forum antarfakultas serta program mentoring.

Sesi tanya jawab menyorot pertanyaan praktis, antara lain kapan amandemen dilakukan dan bagaimana menilai relevansi sebuah peraturan. Marchellina Shagyana menekankan amandemen dan evaluasi bergantung pada kebutuhan tiap periode serta kualitas riset data, keputusan mempertahankan atau mengganti aturan harus berbasis temuan yang valid dan responsif terhadap dinamika di lapangan. Diskusi juga menyinggung contoh sejarah aksi mahasiswa dan pekerja, seperti aksi pada tahun 1957 dan 1998, untuk menggambarkan keterkaitan advokasi publik dengan lahirnya kebijakan.

Ketua Pelaksana, Armitha Rizki Salsabila, menyebutkan bahwa target audiens untuk agenda ini adalah sebanyak 100 orang. Ia mengakui bahwa realisasi kehadiran masih berada di bawah target, dipengaruhi oleh hujan serta benturan jadwal kuliah pada waktu pelaksanaan kegiatan. Armitha juga menambahkan bahwa Wakil Rektor yang diundang berhalangan hadir karena adanya agenda universitas lain, yakni peringatan Hari Santri dan Brawijaya Bersholawat, yang berlangsung pada hari yang sama.

Reporter: M. Akrom Haqqani & Farrel Ezra D.

Penyunting: Aprilla Ragil Argiyani