

Oleh: Dhea Aulia Khoirunnisa
Angin berhembus ringan di pagi hari, cahaya matahari menyorot di sela-sela dedaunan pohon tropis Indonesia. Dalam sinar matahari itu, seekor burung Cendrawasih membuka mata. Bukan sebagai hewan, namun sebagai jiwa manusia yang terjebak di dalamnya
“Di mana ini?”
Cendrawasih itu kebingungan, memikirkan apa yang terjadi dalam benaknya. Kebingungan itu berubah menjadi keterkejutan setelah kesadaran datang kepadanya. Ini bukan yang pertama kalinya, bukan juga kedua kalinya, melainkan ini adalah yang ketiga kalinya. Jantungnya berdegup kencang, Cendrawasih itu bangun dan mengepakkan sayapnya untuk terbang mencari kebenaran keadaannya saat ini. Dalam keheningan di udara ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Semakin ia mencoba untuk mengingat semakin rendah terbangnya. Cendrawasih itu mulai mengingat, ingatan pertama langsung menyeretnya untuk kembali ke kehidupan yang ia jalani.
Pertama kali ia bangun, ia melihat dirinya sebagai Harimau Jawa. Perasaan sama yang baru saja ia rasakan kembali muncul yaitu penolakan. Pada awalnya, ia bersikeras bahwa dirinya adalah manusia, namun insting liar dan tubuh besar harimau itu menegaskan sebaliknya. Sampai ia lelah dan mulai menjalani kehidupan seperti biasanya. Ia merasa telah hidup lama saat itu, namun waktu berjalan begitu cepat.
Dalam kilasan itu ia ingat datang sekelompok pemburu berpakaian rapi seperti prajurit kerajaan, mereka membawa tombak dan obor. Matanya tak sengaja menangkap sosok yang terasa familiar di baris kiri, meski ia tidak tahu darimana. Ia melihat sosok itu melempar tombaknya dengan tinggi. Dalam nalurinya ia harus berlari secepat mungkin, namun sebelum tombak itu menancap, ia terbangun dan reinkarnasi pertamanya putus begitu saja.
Ia kembali terbangun, lagi-lagi berharap menjadi manusia kembali. Namun kenyataan tetap sama, bahkan lebih buruk karena ia kembali terlahir dengan menjadi tumbuhan, Anggrek Hitam Kalimantan. Tidak seperti saat menjadi Harimau Jawa, ia lebih menderita karena tidak bisa bergerak bebas. Di kehidupan ini ia merasa hidupnya berjalan lebih cepat, dan itu artinya kematian juga datang lebih cepat bukan?
Kehidupan keduanya berakhir ketika sekelompok Kolonial Belanda datang mendekat. Ia mendengar seseorang paling depan yang mungkin adalah komandan dari pasukan itu berkata “Petik Anggrek Hitam itu, bunga langka ini akan menjadi harta kita karena ini adalah barang berharga incaran para kolektor Eropa.” dan tangan-tangan itu mulai mencoba memetik bunga Anggrek Hitam itu. Sebelum dirinya dipetik, ia melihat sosok yang sama lagi, kali ini lebih familiar karena ia mengingatnya di kehidupan pertama. Dan lagi, sebelum dirinya dipetik, kehidupannya terputus begitu saja.
Kembali ke masa sekarang, setelah terbang cukup lama untuk mengembalikan ingatannya. Cendrawasih itu bertengger di dahan pohon. Kali ini ia sudah berhenti berharap apapun, kecuali menjadi manusia kembali. Namun ia tahu, jika hal itu terjadi apakah mungkin? Atau malah ia mengulang lagi rute-rute ini? Entahlah, Cendrawasih itu hanya ingin menjalani kehidupannya.
Hari-hari berlalu begitu saja. Meski ada ketakutan dalam dirinya dengan alur yang dihadapi selama ini, ia akan menjalani kehidupan seperti biasanya. Namun setelah berpikir seperti itu, entah kenapa is merasa ada yang berbeda hari ini. Rasanya janggal, terlalu janggal karena angin yang biasanya sangat tiba-tiba menegang, seolah mengingat kembali kematiannya yang lalu. Tepat saat itu ia merasakan sesuatu. Bukan terdengar maupun terlihat, tetapi terasa. Sangat jelas, bahkan rasanya di kehidupan pertama maupun kedua ia tidak merasakan hawa apapun.
Cendrawasih takut untuk menoleh. Karena ia yakin apapun yang menunggunya adalah kematian yang sama. Ia takut, tapi ia tidak bisa melakukan apapun karena takdir tidak memberinya pilihan. Sosok itu mendekat, dan ia pun terpaksa menoleh. Di sana berdiri lagi seseorang yang sama, seseorang yang sama untuk ketiga kalinya. Namun sekarang penampilannya seperti pemburu liar modern yang tidak asing dibenaknya. Orang itu berjalan tenang dan tidak bergegas seolah mengerti Cendrawasih itu adalah mangsanya. Rasanya ada ikatan yang tidak terlihat entah apa itu, apakah ini karena keduanya sudah bertemu untuk yang ketiga kalinya? Entahlah. Terdengar suara lirih, hampir sama seperti bisikan.
“Jadi, ini kau?”
Tubuh Cendrawasih menegang, sayapnya terangkat sedikit seolah hendak terbang, namun lagi-lagi takdir tidak berpihak kepadanya. Tubuhnya terkunci dan untuk pertama kalinya rasa takut muncul begitu hebat. Tidak seperti mimpi, rasanya ini nyata. Terlalu nyata. Orang itu mengangkat senapan, tidak tergesa-gesa, kegiatan yang ia lakukan seluruhnya tenang dan tidak gugup. Wajahnya sama, seperti kehidupan sebelumnya yaitu tidak jahat dan juga tidak baik. Ekspresinya aneh membuat Cendrawasih kebingungan. Lalu tanpa peringatan-
DOR!
Peluru itu menembus dada Cendrawasih, suaranya nyaring dan mematikan. Tidak ada suara lain seolah dunia ini hanya diisi olehnya dan sosok itu. Rasanya menyakitkan, sangat menyakitkan seolah itu adalah hukuman bagi Cendrawasih, hukuman atas sesuatu yang tidak diketahuinya.
Langit perlahan memudar, Pandangan menjadi buram dan warna hitam menyelimutinya. Kali ini, untuk yang ketiga kalinya ia benar-benar mati tetapi tanpa harapan bangun kembali.
***
Naey terbangun di ruangan bercat putih, napasnya memburu dan keringat dingin bercucuran di pelipisnya. Ia melihat sekeliling ruangan tempat ia membuka mata, Jam berdetak kencang, di dinding terdapat papan nama “ Balai Konservasi Sumber Daya Alam” lantas ia melihat meja di hadapannya sekarang, terdapat tumpukan dokumen-dokumen yang sepertinya penting. Ia juga melihat bahwa dirinya yang sekarang adalah manusia, bukan hewan maupun tumbuhan lagi. Tersadar, ia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya terakhir kali.
“Ah, kejadian itu! Apakah yang tadi itu mimpi? Lalu apa sekarang ini juga mimpi?” Batinnya bertanya dengan nada bingung. Naey mencoba mencubit pipinya seperti tokoh cerita di buku yang dibacanya untuk mencoba memastikan keadaannya sekarang adalah mimpi atau kenyataan.
“Aw, sakit … berarti ini bukan mimpi? Syukurlah,” ucapnya dengan perasaan sangat lega karena dirinya yang saat inilah yang asli.
Naey berpikir, sebenarnya apa yang terjadi dengannya. Ia terlihat kebingungan karena semua mimpi itu terasa nyata sekali. Setelah beberapa kali bergelut dengan pikirannya, Naey terkejut melihat dokumen perlindungan flora dan fauna di Indonesia yang ada di atas mejanya, tiga dokumen berjejer dan tertulis jenis hewan dan tumbuhan persis yang ia mimpikan, ia bingung. Namun belum sampai disitu, disampingnya ada CV mengenai dirinya dan berjejer dokumen hewan dan tumbuhan yang lain. Dengan panik ia mencoba untuk tidak berpikir aneh aneh, mungkin saja ini hanya suatu kebetulan. Disaat yang bertepatan, seseorang muncul di balik pintu.
“Oh, Kak Naey. Kenapa belum istirahat makan siang?” tanya seseorang yang baru saja membuka pintu. Orang itu adalah Sam. Orang yang membunuh hewan dan tumbuhan di mimpi Naey atau malah membunuh dirinya dalam mimpinya?
Naey sangat terkejut, wajahnya menegang seketika tapi ia langsung merubah raut wajahnya. Seketika ia baru ingat Sam adalah rekan kerjanya dan ia dua tahun lebih muda darinya, maka dari itu ia dipanggil dengan sebutan “kak” Sebenarnya masih ada sedikit ketakutan dalam dirinya karena mimpi-mimpi yang terjadi baru saja terjadi. Namun dengan segera ia langsung menjawab pertanyaan Sam. .
“Ah itu, aku ketiduran, jadi tidak sadar kalau sudah memasuki waktu istirahat haha,” ucap Naey dengan ragu, tapi ia berharap Sam tidak berasumsi aneh terhadap dirinya.
“Oh begitu, tidak biasanya kak Naey kelelahan sampai ketiduran itu. Ngomong-ngomong, kak Naey semangat selalu! Istirahatlah jika kakak kelelahan, aku pergi ke kantin duluan ya kak.” setelah mengatakan itu, Sam menutup pintu dan pergi begitu saja.
Setelah melihat Sam pergi, Naey segera membereskan dokumen-dokumen itu dan melihatnya dengan seksama. Ia memejamkan matanya, memikirkan sesuatu yang ia sadari “Selama ini aku hanya bekerja, mengisi laporan, tanda tangan berkas dan mengurus data populasi dan perlindungan flora fauna di Indonesia. Tapi aku benar-benar tidak peduli dengan mereka, dari mimpi itu bahkan aku baru sadar tentang ketakutan hewan dan tumbuhan yang terancam karena ulah manusia.” Ucapnya dalam hati.
Naey berpikir, mungkin munculnya mimpi itu ingin mengungkapkan sesuatu atau karena rasa lelah yang biasa, atau malah hal lain? Namun pesan yang ia pahami adalah Hubungan manusia dan alam sangatlah erat dan seharusnya mereka saling menjaga dan bermanfaat.





























Beri Balasan