The Architecture of Love  : Menghidupkan Gedung yang Telah Lama Mati

Putri Marino (kiri) dan Nicholas Saputra (kanan) sebagai Raia dan River dalam poster resmi The Architecture of Love. (instagram.com/filmtaol)

Judul : The Architecture of Love (T.A.O.L)
Tahun : 2024
Genre : Romance, Drama
Sutradara : Teddy Soeriaatmadja
Penulis : Ika Natassa
Durasi : 110 menit
Rating : 7.9/10 (sumber IMDb)
Pemeran : Nicholas Saputra, Putri Marino, Jerome Kurnia, Jihan Almira, Omar Daniel

Film yang diangkat dari novel karya Ika Natassa ini menuai sukses setelah dibawa ke layar lebar oleh Teddy Soeriaatmadja, dengan menggaet Nicholas Saputra sebagai River Jusuf, Putri Marino sebagai Raia Risjad, Jerome Kurnia sebagai Aga, Jihan Almira sebagai Erin, dan Omar Daniel sebagai Diaz. 

Film ini menceritakan tentang dua insan yang kebetulan sedang lari dari masa lalu dan kota pelarian mereka, New York. Raia Risjad, seorang penulis sukses yang sudah melahirkan beberapa buku. Buku yang ia tulis kerap terinspirasi dari suaminya sendiri, Alam. Pada saat peluncuran film adaptasi dari buku bertajuk “Rindu” milik Raia, ia melihat dengan matanya sendiri, suaminya, Alam justru bersama dengan wanita lain. Hal itu membuat malam yang harusnya sangat berharga untuknya berubah menjadi malam yang tak ingin ia ingat. Setelah kejadian itu Raia terbang ke New York untuk memulihkan perasaannya sembari berharap bisa menemukan inspirasi untuk menulis. 

Erin, teman Raia mengajaknya ke sebuah pesta yang membawa Raia bertemu dengan River. River adalah seorang arsitek yang tinggal di New York, pada pertemuan pertama itu River memberikan sebuah sketch gedung sebagai tanda perkenalan mereka. Pertemuan singkat itu membuat mereka kembali bertemu dengan tak sengaja, Raia bertemu lagi dengan River di sebuah taman. Raia sepakat untuk ikut melanjutkan perjalanan untuk mengitari bangunan-bangunan yang ada di New York sambil mendengar cerita singkat dari Bapak Sungai — sapaan untuk River— yang senang sekali membicarakan sejarah bangunan itu. Hari demi hari pertemuan keduanya semakin intens, Raia berhasil menemukan kembali inspirasinya untuk menulis. Karena River pulalah Raia berhasil mengalahkan trauma masa lalunya. Akan tetapi, River, si pria misterius itu terkesan tidak banyak bicara dan tidak pandai mengekspresikan diri, cenderung lebih menutup diri.

Di lain pihak, kembali pada saat pesta, Aga (teman Erin) mempunyai ketertarikan terhadap Raia. Aga sering mengajak Raia untuk sekadar jalan-jalan keliling New York. Akan tetapi Raia selalu menolak ajakan Aga. Suatu hari Raia, Erin dan Diaz mengunjungi rumah Aga. Disaat itu juga mereka bertiga menyadari jika Aga dan  River adalah adik-kakak. Malam harinya, River bercerita kepada Raia tentang masa lalu yang membuatnya menjadi tertutup. 

Malam itu adalah malam terakhir Raia dan River bertemu. Pria itu tiba-tiba melenggang kembali ke Indonesia tanpa berkata apapun kepada Raia. Raia yang beberapa waktu kemudian pulang ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan sepupunya, tanpa sengaja bertemu kembali dengan River. River mencoba menjelaskan namun hal itu tak memberi kesan baik. Raia mengkonfrontasi River karena sepanjang ingatannya, pria itu selalu datang dan pergi tanpa mengabari.

Setelah pertemuan dengan River, Raia menggelar acara penerbitan novel yang ia tulis selama di New York. Acara penerbitan buku baru Raia digelar dengan sempurna. Selepasnya, Raia berusaha menghubungi River. Hal itu membuat River kembali berkesempatan untuk menjelaskan isi hatinya kepada Raia. Ia menjelaskan alasan atas perilakunya disertai dengan janji tidak akan pergi lagi setelah kejadian ini. Mereka yang awalnya sama-sama sakit dan saling menyakiti namun pada akhirnya menjadi obat untuk saling menyembuhkan.

Ulasan:

Banyak pesan implisit yang terkandung dalam dialog tokoh yang membuat film ini lebih menyenangkan dan mudah untuk dinikmati, ditambah komposisi musik yang digunakan cenderung mengkombinasikan musik populer yang membuat penonton merasa familier dan bernostalgia. Tak lupa, riset mendalam yang tergambar dalam dialog tokoh membuat film ini terkesan benar-benar dipersiapkan dengan baik, hal itu memberi poin tambahan untuk film ini.

Meski sebetulnya alur cerita film ini mudah ditebak dan ringan. Akan tetapi, membuat penonton betah untuk menonton film yang berdurasi 110 menit ini.  Keindahan visual dengan latar belakang kota New York yang ikonik disertai arsitektur bangunan yang memukau menjadi salah satu hal yang memanjakan mata penonton. Tak lupa dengan faktor akting dari pemeran film ini. Cast director dalam film ini membuat keputusan yang sangat baik dengan menggaet Nicholas Saputra dan Putri Marino, mereka berhasil memerankan River dan Raia dengan sangat sempurna. Selain itu, plot twist di dalam film ini juga berhasil membuat penonton sangat terkejut sehingga membuat efek candu yang menyebabkan penonton kembali menantikan plot twist lainnya. 

Salah satu kutipan dari River yang membuat adegan terasa lebih menyakitkan dan bernyawa adalah, “Not every empty spaces need to be filled to be meaningful, because new stories might erase cherished memories, you know. But every new story has its own special meaning”, di mana memberi kesan jika River tak pernah berniat untuk sembuh. 

Sedikit pesan dari film ini adalah lari dari masalah bukan pilihan terbaik karena hal ini akan terus memakan emosi, ada beberapa hal yang harus kita coba untuk menghadapi masalah itu. Karena bagaimanapun yang kita dapat sebagai hasilnya nanti, entah baik atau buruknya adalah sebuah proses untuk mengalahkan rasa takut. 

Penyunting: Al Ninantari Dimarzio Ananto

Nayaka Reswara Nararya Hidayat, mahasiswi program studi matematika, fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam. Merupakan mahasiswi angkatan 2022. Meluangkan waktu untuk menulis di sela-sela kesibukan, menuangkan pikiran lewat kata kata.