“Bjorka: Omong Kosong, Dendam, atau Pengalihan Isu?”
Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220911060903-192-846131
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220911060903-192-846131
Oleh: Adelia Erdyah N A
Jagad media sosial khususnya twitter
kembali dihebohkan dengan topik kebocoran data yang tengah terjadi di
Indonesia. Hal ini berawal dari kemunculan akun anonim dengan nama samaran
Bjorka. Pemilik akun tersebut melebeli dirinya sebagai hacker dan mengaku telah
melakukan pembobolan lebih dari 1,3Milliar data kartu SIM prabayar. Topik
tersebut semakin memanas lantaran Bjorka berhasil membocorkan data-data pribadi
para jajaran tinggi pemerintahan Indonesia,mulai dari Ketua DPR RI Puan
Maharani, Menteri Kominfo Jhonny G Plate, hingga Menteri BUMN Erick Tohir, yang
kemudian ia unggah dalam web pribadinya.
Alih-alih menjadi ancaman, aksi
Bjorka justru menuai banyak dukungan dari para netizen. Dengan pengungkapan
‘data rahasia’ yang sebelumnya seolah ditutupi oleh pemerintah, para netizen
merasa cukup puas dan terbantu oleh aksi Bjorka ini. Tak sedikit dari mereka
yang justru ‘request’ mengenai data-data apa saja yang selanjutnya dapat Bjorka
retas, mulai dari data KPU, naskah asli SUPERSEMAR, data kasus pembunuhan
aktivis HAM, Munir Thallib, hingga data kasus yang belakangan menjadi sumber
perhatian seluruh lapisan masyarakat, Ferdy Sambo.
Berbagai spekulasi muncul dalam
penentuan motif apa sebenarnya yang melatarbelakangi aksi Bjorka. Namun, dari
beberapa pernyataan yang diunggahnya dalam twitter, dapat dilihat bahwa ia
begitu getol dalam mengkritisi pemerintah Indonesia. Ia sendiri mengakui
kekecewaannya kepada pemerintah Indonesia bahkan sejak masa orde baru. Hal ini
tentu sangat janggal mengingat era orde baru telah lama usai. Dapat diduga
bahwa Bjorka membawa misi balas dendam kepada oknum pemerintah yang kemudian
menjurus kepada motif ‘hacktivist’
yang bersifat politik, dimana dia melakukan aksi yang ditujukan untuk
menyuarakan aspirasi rakyat dengan mengkritisi kinerja pemerintah Indonesia.
Namun seiring berjalannya waktu,
pembahasan ini cenderung semakin terlihat dibesar-besarkan. Seolah topik ini
menjadi suatu pengalih perhatian publik dari kasus-kasus besar yang sebelumnya
memang terus ‘dikawal’. Kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo dan
penolakan kenaikan BBM yang terus disuarakan, menjadi 2 dari banyak kasus yang
kini sepi dari atensi publik. Jika dicermati, data-data hasil retasan Bjorka
dapat dikatakan tidak terlalu kontroversional. Artinya, sebagian besar
data-data tersebut umum diketahui publik dan tidak bersifat ‘membongkar’
kelakuan yang dinilai merugikan negara. Sehingga, data yang ia anggap data
penting dan rahasia ini perlu diragukan kebenarannya.
Belum diketahui secara pasti siapa
sosok dan apa motif dari aksi Bjorka hingga kini. Namun yang pasti adalah aksi Bjorka, menjadi cerminan sekaligus
tamparan keras bagi sistematika ketahanan dan keamanan data di Indonesia.
Kebocoran data bukan lagi hal baru, pentingnya data belum begitu disadari dan
tidak didukung dengan sistem yang competible
dalam pengamanannya. Hal ini sekaligus menjadi tanda tanya besar bagi kinerja
Kemenkominfo RI selama ini.
Editor: Fadillah Utami Ningtyas
Beri Balasan