Dibalik Takdir Semesta

 

“Kehidupan
semakin sulit, ekonomi kian menghimpit, dan pendidikan semakin rumit.” 
Itulah
peribahasa yang pantas untuk menggambarkan kehidupan Rima, seorang  
buruh gosok 
pakaian orang dan kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan
keadaan seperti itu, ia tidak bisa menyalahkan siapapun termasuk Tuhannya.
Karena ia yakin Tuhan telah menyiapkan takdir terbaik untuknya. Meskipun
keadaannya ia tidak pernah membayangkan sebelumnya. Ya.. tidak gampang menjadi
sosok yang kuat dan tegar sepertinya, mengingat dia hanya seorang wanita paruh
baya yang
  harus menjadi orangtua tunggal
untuk kedua putrinya Farah yang duduk di bangku kelas VIII SMP Mulia Bhakti dan
Yuni kecil yang baru duduk di kelas II SD Suka Mulya.

“Bu…
Farah Senin besok ada ulangan, dan pengerjaannya secara daring. Kalau boleh
apakah Farah bisa minta uang untuk beli kuota internet, Bu?” ucap Farah setelah
menghabiskan makan malamnya.

Sambil
membereskan peralatan makan, Rima berkata kepada anaknya, “Ya, Nak.  Besok Ibu usahakan kamu belajar yang rajin
ya, semoga segala cita-citamu tercapai.”

Ya,
ibu mana yang tega menyakiti hati anak-anaknya, setidaknya meskipun dengan
keadaan yang sangat susah ditambah wabah covid19 yang sedang melanda ia harus
bekerja lebih keras untuk masa depan anak-anaknya.

Malam
yang semakin larut menemani Rima mengerjakan pekerjaannya. Membuat adonan kue
untuk dijual keliling esok paginya.

“Loh..
kenapa Farah belum tidur? Ini sudah malam, Nak.” ucap Rima kepada Farah.

Anak
sulungnya  yang tiba-tiba menghampiri, “Maaf
ya Bu, karena masih belum bisa membantu Ibu mendapatkan uang, ditambah lagi semenjak
ada wabah covid19 dan pembelajaran menjadi daring, Farah sering meminta uang ke
Ibu untuk beli kuota internet. Maaf Farah hanya menambah beban Ibu,” ucap Farah
sambil menunduk.

Rima
tahu anaknya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sekitarnya. Rima segera
memeluk anaknya dan berkata, “Gapapa. Ini sudah menjadi kewajiban Ibu sebagai
orangtua, dan sudah menjadi hak anak untuk mendapatkannya, Nak.“

“Tapi
Bu, bagaimana jika pembelajaran daring ini akan terus berlanjut dan akan
semakin membuat Ibu susah? Ibu harus bekerja lebih untuk memenuhi kebutuhan
kita serta membeli kuota untuk aku dan adek belajar, Bu.” ucap Farah.

Rima
pun menenangkan anaknya yang ia tahu anaknya menyimpan rasa khawatir untuknya.
Ia pun berucap, “Sudahlah nak , tidak apa-apa. 
Semoga Ibu diberikan kesehatan, kelancaran, rezeki untuk mencukupi
kebutuhan kita. Ibu akan berusaha dan semoga pemerintah segera menemukan solusi
terbaik di tengah pandemi ini agar orang-orang susah seperti kita tetap bisa
menikmati dunia pendidikan untuk mewujudkan segala angan dan cita-cita.”

Farah
menatap wajah ibunya yang tersenyum, disana ia melihat guratan wajah yang
lelah menanggung semua kerasnya beban kehidupan. Ya, dia melihat matahari di
manik mata ibunya yang seakan itu menjadi penyemangat hidupnya untuk mewujudkan
apa yang menjadi harapan dan keinginan ibunya. Farah berharap semesta
mendukungnya, menyuguhkan kehidupan yang lebih baik di hari esok dan ia percaya
Tuhan telah menyiapkan rencana terbaik untuk hidupnya meskipun pada saat ini ia
merasa bahwa jalannya dalam menempuh pendidikan terhalang wabah COVID-19 yang
sedang melanda dunia.


Penulis: Khotimatul Husnah
Penyunting: Ulfi Daniati