HAM: BUKAN PARADOKS, NAMUN MUTLAK (PRESISI HAM DI ERA MODERNISASI OLEH GEN Z)

 Oleh: Rezky Amalia Rustam

Saat ini ditengah gema menyambut gemilang modernisasi, tak jarang kisruh tentang kekerasan, kejahatan, dan ketidakadilan menjadi tragedi yang berdampingan pada cerita perkembangan teknologi dikehidupan manusia. Hari ini kita kembali menyaksikan maraknya pembunuhan, pelecehan, pencurian, dan kejahatan lainnya yang mewarnai pemberitaan sosial media tiap saat. Ini mengindikasikan bahwa terjadi krisis kemanusiaan, seolah-olah ada yang luput dalam memaknai prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada dasarnya melekat secara mutlak pada individu untuk memberi pelindungan dalam kehidupan bersosial.

Indonesia telah menegaskan krusialnya HAM untuk dijunjung tinggi dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 dan pentingnya peran negara menjamin HAM warganegaranya sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila, Konstitusi, dan Undang-Undang. Hanya saja, komitmen ini nampaknya kian hari semakin memudar, Atmosfer kriminalitas seakan menjadi hal mencekam di era gempuran perkembangan teknologi.


Gambar
1
Desas Desus Pemberitaan
Kejahatan di Indonesia 

Sumber: Kumparan News, DataIndonesia.id, &
Merdeka.com

Lemahnya penegakan HAM yang berimplikasi pada maraknya kejahatan sosial seperti gambar diatas merupakan persoalan fundamental yang harus kita entaskan untuk menunjang performasi Indonesia menyambut modernisasi. Sekarang saatnya pemerintah Indonesia melakukan reformasi pembangunan SDM yang berkualitas dengan kebijakan-kebijakan yang memproyeksikan penegakan HAM, di era modernisasi yang ditandai dengan digitalisasi informasi sesungguhnya merupakan peluang besar menggait dukungan seluruh elemen masyarakat khusunya generasi muda atau Gen Z sebagai aktor yang akan menegakkan kembali HAM, mengembalikan kultur kemanusiaan.

Mengapa Gen Z?

HAM adalah faktor utama yang dapat mengukuhkan harkat dan martabat manusia untuk berpijak dimuka bumi ini, sekaligus mengontrol tindak kriminalitas. Sehingga penegakan HAM memerlukan konsistensi oleh semua pihak, bukan hanya pemerintah namun semua elemen masyarakat. Gen Z adalah aktor utama yang sangat relevan untuk dilibatkan. Pertama, Gen Z adalah elemen masyarakat yang paling merasakan dampak kriminalitas akibat lemahnya penegakan HAM di era modernisasi saat ini. Doktrinasi kekerasan dan kejahatan kerap memunculkan stigma Gen Z untuk berada dalam pilihan mencekam, menjadi korban atau menjadi pelaku kriminalitas karena lemahnya manusia memaknai HAM. Tak jarang mereka menjadi generasi apatis yang terombang-ambil di tengah modernisasi.

Kedua, Gen Z merupakan generasi penerus bangsa yang dapat memutus rantai kebinasan manusia. Berangkat dari gagasan fenomenal Bung Karno, yang mengatakan: Berilah aku sepuluh orang pemuda dan akan kuguncangkan dunia…”. Menegaskan bahwa kaum muda merupakan tokoh potensial bangsa yang sejak dulu telah berkontribusi dalam pembangunan peradaban dunia. Kaum muda merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, pemegang tongkat estafet generasi terdahulu yang memikul tanggung jawab untuk senantiasa mengupas setiap tantangan dan permasalahan bangsa. Lemahnya HAM adalah gapura dari ancaman kadaulatan bangsa, tidak ada bangsa yang dapat maju apabila aksi kejahatan dan kriminalitas masih menjadi menjadi hal yang eksis.

Modernisasi, Gen Z, dan HAM

Sudah seharusnya bagi pemerintah Indonesia melakukan pembenahan dan memproyeksikan gen z sebagai aktor utama dalam menegakkan kembali prinsip HAM. Sebab Hak Asasi Manusia HAM bukan paradoks, bukan konsep atau teori semata, dan bukan berlaku sebatas sebagai hukum positif. Namun merupakan sebuah hak dasar yang melekat secara kodrati dan berlaku secara pra-positif. Artinya, HAM adalah prinsip kemanusiaan, tentang bagaimana manusia sebagai makhluk beretika memaknai nilai kemanusiaan, dan menaati peraturan negara. Era modernisasi ini sesungguhnya tidak menggeser pemaknaan konseptual HAM, sebaliknya dapat menjadi presisi untuk menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati. Oleh karena itu, generasi Z hanya memerlukan kepercayaan dan kesempatan dari negara untuk dapat berperan sebagai aktor bangsa.

Pertama, fondasi berpikir dalam penegakan HAM yang tidak boleh dilupakan oleh generasi Z adalah mengenal citra identitas sejarah sekaligus sumber kekuatan bangsa Indonesia. Sejak dulu, nenek moyang bangsa Indonesia dikenal kaum berbudaya, luhur, menjunjung nilai persatuan, keadilan, dan prinsip Pancasila lainnya. Sehingga perkenalan tentang identitas bangsa adalah hal yang dapat meluruskan pola pikir Gen Z. Sebab salah satu pemicu munculnya pelanggaran HAM seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan munculnya niat keegoisan untuk merampas hak manusia lainnya ialah karena pemaksaan kehendak untuk dapat survive dengan trend modernisasi dari bangsa asing. Oleh karena itu, pemerintah dapat secara konsisten mengoptimalkan pembelajaran dengan memberi informasi, literasi dan edukasi, atau memberi prinsip bagi Gen Z untuk dapat mencermati perkembangan konsep-konsep hak asasi manusia dan mengantisipasi hal-hal yang dapat menjadikan peluang Gen Z terlibat menjadi oknum pelanggar HAM itu sendiri

Kedua, memberikan akses dan kesempatan kepada generasi Z untuk berpartisipasi sebagai agen promotor untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tentang posisi hukum Indonesia. Sudah bukan rahasia lagi bahwa hukum Indonesia telah tercemari dengan slogan “Tumpul keatas, lancip kebawah” yang kian memuakkan masyarakat tentang hukum dan para penegak hukum, bahkan memunculkan lapisan masyarakat yang apatis dengan hal-hal yang seharusnya bersinggungan dengan hukum. Padalah kunci keberhasilan performansi bangsa menegakkan HAM ialah ketika hukum sebagai produk HAM dipandang sebagai simbol keadilan bagi masyarakat.

Sehingga untuk dapat mengembalikkan stigma positif tentang hukum ini, diperlukan reformasi dengan mendoktrin pola pikir masyarakat melalui penyebaran informasi yang menghapuskan stigma masyarakat tentang hukum yang dikenal timpang terhadap status sosial. Dengan pengetahuan yang diperoleh generasi Z dari pendidikan formal dan informal, mereka dapat berkontribusi menuangkan ide, inovasi mereka untuk dapat mengembalikan paradigma masyarakat atas pemaknaan hukum Indonesia yang dapat memberi rasa takut untuk untuk melanggar HAM atau memberi rasa jera ketika telah melanggar HAM.

Penutup

Modernisasi seharusnya dapat menjadi peluang pembangunan negara untuk lebih maju. Namun karena lemahnya penegakan HAM dan doktrinasi kekerasan dan kejahatan kian membuat Generasi Z pesimis dan terombang-ambing di tengah modernisasi. Sehingga dengan merefleksi kembali HAM, merupakan sebuah pedoman dasar untuk menyambut modernisasi yang sesungguhnya, mengembalikan krisis kemanusiaan. Pertama, melakukan agenda pembangunan secara komperhensif dan konsisten dengan menyediakan literasi tentang penegakan HAM, sembari berpedoman pada identias nasional bangsa. Kedua, dengan pengetahuan yang diperoleh generasi Z dari pendidikan formal dan informal, mereka dapat berkontribusi mengembalikan stigma masyarakat tentang posisi hukum sebagai bagian penegakan. Memang memerlukan waktu yang lama dan upaya yang maksimal dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional ini, akan tetapi dengan tekad dan sinergitas yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat, Indonesia dapat menjadi negara maju yang menjunjung HAM menyambut gemilang modernisasi.

Daftar Pustaka


Baihaqi, R. (2023). Rentetan Kasus Kejahatan Jalanan dan Pembunuhan Warnai Jakarta di Awal Tahun, Kenapa?. Merdeka.com. https://www.merdeka.com/jakarta/rentetan-kasus-kejahatan-jalanan-dan- pembunuhan-warnai-jakarta-di-awal-tahun-kenapa.html

Komnas Ham. (2023). Mendorong Strategi Pemajuan HAM. Komnas HAM RI. https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2022/12/21/2293/mendorong- strategi-pemajuan-ham.html?utm_source=beranda

Naufal, M. (2021). Paradoks Penegakan HAM di Indonesia. PinterPolitik. https://www.pinterpolitik.com/ruang-publik/paradoks-penegakan-ham-di- indonesia/

Kumparan News. (2022). Bulliying Hingga Kekerasan Seksual Jadi Catatan Kelam di Sekolah pada 2022. Kumparan.com. https://kumparan.com/kumparannews/bullying-hingga-kekerasan-seksual-jadi- catatan-kelam-di-sekolah-pada-2022-1zYjRZ897nj

Sadya, S. (2022). Polri: Kejahatan di Indonesia Naik Jadi 276.507 Kasus pada 2022. DataIndonesia.id. https://dataindonesia.id/ragam/detail/polri-kejahatan-di- indonesia-naik-jadi-276507-kasus-pada-2022

Shidarta. (2019). Hak Asasi Manusia di Era Digital. Binus University. https://business- law.binus.ac.id/2019/03/02/hak-asasi-manusia-di-era-digital-2/