Kemala dan Penari Ajisaka
Erdhita Putri Armandha
Suara gamelan terdengar merdu
mengaluni penari-penari pada pagi ini. Semua orang sibuk dengan tugas mereka masing-masing;
ada yang membuat kanopi, merias
hiasan kepala, dan berlatih dengan semangat. Aku mengamati sekelilingku dengan rasa gelisah, sebentar lagi
giliranku untuk maju ujian tari serimpi. Bukan
karena kurang persiapan, namun kebiasaan demam panggung sering kali menghantui diriku, sehingga penampilanku
tidak selalu maksimal.
“Kemala Gusti Andhita” nyaris copot jantungku
dipanggil oleh Mbak Giyatri.
Jarik bebet sudah terpasang dengan
stagennya menarik perutku rapat mencekat. Segera saja badanku berdiri
di tengah tengah para penari lain dengan sikap sempurna.
hatiku gemetar dengan kecemasan yang tak terhindarkan. Tari ini memiliki gerakan-gerakan yang tidak begitu rumit dan memerlukan
koordinasi yang presisi
dengan penari lain. Setiap langkah
dan gerakan harus dilakukan dengan sempurna agar penampilan ini sukses. Seiring
musik gamelan yang memainkan
melodi yang indah, gerakan kami mulai mengikuti irama. Tetapi di tengah-tengah penampilan, ketegangan
semakin meningkat, dan aku merasa detak jantungku semakin
cepat. Pikiran-pikiran negatif muncul, membuatku semakin gugup.
Di tengah penampilan, saat kami melakukan
gerakan memutar, kaki kiriku menginjak selendang. Tubuhku
terhuyung-huyung sebentar sebelum akhirnya aku
jatuh ke lantai dengan keras. Terdengar
suara keras saat tubuhku bersentuhan dengan
panggung. Aku merasa sakit di beberapa bagian tubuhku, tetapi lebih dari itu, aku merasa
malu dan kecewa
pada diriku sendiri.
Pikiran-pikiran negatif semakin kuat, meracuni kesadaranku. Penonton segera berbisik-bisik dan tak sedikit yang menyoraki. Aku segera bangkit
dan melanjutkan penampilan, tapi ketakutan
dan rasa malu yang mendalam membuatku merasa terjebak.
Dengan tekad yang kuat, aku
mengangkat diriku dari lantai panggung, berdiri kembali, dan mencoba
untuk melanjutkan penampilan. Gerakanku kacau, pungunggku ngilu, tetapi aku masih
mencoba memberikan yang terbaik. Dengan hati
yang berat, akhirnya selesailah sesi ujianku ini. Ketegangan dan rasa malu masih terasa di dalam diriku, tapi aku
tahu aku harus menyelesaikan apa yang sudah aku mulai. Ketika penampilan kami selesai, Mbak Gayatri,
pelatih tari sanggar, memanggilku.
Aku mendekatinya dengan langkah yang ragu, tetapi juga penuh harapan. Namun, wajahnya terlihat serius, dan aku segera
merasa gelisah.
“Kemala, apa yang sedang terjadi?
Penampilanmu tadi sangat buruk! Nilaimu selalu yang terburuk, gerakanmu
terlalu lambat, mengacaukan tempo seluruh penampilan, dan raut mukamu tidak bisa
menyesuaikan gerakan. Apa yang sedang kamu
lakukan di sini?” tegasnya dengan nada yang marah.
Kemala, dengan rasa sedih yang mendalam, menjawab, “Maaf, Mbak
Gayatri. Saya benar-benar mencoba yang terbaik.”
Mbak
Gayatri semakin kesal, berkata, “Tapi hasilnya tetap sama setiap kali, Kemala. Sepertinya kamu tidak memiliki niat sungguh-sungguh untuk menari. Kalau begitu, mungkin kamu sebaiknya tidak
lagi ikut dalam latihan ini.”
Dengan penuh penyesalan, Kemala
berusaha menjelaskan, “Mbak Gayatri, saya
sangat ingin menari. Saya tahu saya telah melakukan kesalahan, dan saya
berjanji akan bekerja lebih keras
lagi.”
Mbak
Gayatri, dengan ekspresi
wajah yang mencerminkan keraguan, berkata, “Kemala,
bukan hanya masalah bekerja lebih keras. Ini tentang niat dan dedikasi yang sebenarnya. Jika kamu tidak benar-benar ingin menari, kamu hanya akan terus merusak penampilan grup. Mbak
nggak bisa kasih kamu kesempatan untuk seleksi
lomba tari di keraton! Kamu perlu waktu untuk memahami kesalahanmu dan benar-benar
berkomitmen untuk memperbaikinya. “
Air
mata mengisi mataku,
dan aku merasa hancur. Semua latihan dan kerja kerasku selama ini seakan sirna begitu
saja. Aku merasa sangat sedih dan kecewa pada diriku sendiri. Meskipun
kecewa, aku mengerti
bahwa Mbak Gayatri
membuat keputusan yang adil.
***
Kemala pulang ke rumah dengan hati
yang berat. Rumah yang dulu selalu penuh kebahagiaan
kini terasa sepi setelah kepergian ibunya. Ruang yang dulu penuh tawa dan kehangatan keluarga sekarang hanya dipenuhi oleh kesunyian yang menyayat
hati. Setiap hari, Kemala merasa seolah-olah dia harus membuktikan dirinya
di mata keluarganya, terutama ayahnya.
Mereka merasa bahwa penampilan
buruknya dalam tarian adalah bukti kebodohannya. Ini membuatnya merasa sangat tidak nyaman di rumah, dan
kepercayaan dirinya semakin rendah. Kemala merasa kesepian, tidak ada satu pun keluarganya yang paham akan perasaan Kemala, sehingga dia merasa terasing.
Kemala tidak memiliki teman yang bisa diajak bicara atau berbagi
perasaannya. Yang membuat
semuanya tambah buruk adalah
bahwa ayahnya tampaknya tidak menyadari sejauh mana perasaan Kemala terpengaruh setelah kepergian ibunya. Dia terus
berpikir bahwa Kemala baik-baik saja,
sementara sebenarnya Kemala merasa terluka dan terjebak dalam perasaan rendah diri yang mendalam. Kakak Kemala yang berada di perantauan
juga jarang pulang, meninggalkan Kemala dengan rasa kesepian yang semakin memburuk.
Kemudian, ayah Kemala datang dan
bertanya mengenai hasil ujian tari anaknya. Kemala dengan ragu memberitahu bahwa dia tidak bisa ikut seleksi karena hasilnya jelek.
Ayahnya langsung marah, dan kata-katanya menusuk hati Kemala.
“Apa? Lagi-lagi kamu gagal,
Kemala?” ujarnya dengan nada tinggi. “Kamu tidak pernah bisa memenuhi harapan ayahmu. Kamu selalu
seperti ini, tidak seperti ibumu yang
begitu hebat dalam menari. Kamu terlalu bodoh untuk hal ini.”
Setelah itu, ayahnya pergi
meninggalkan Kemala yang menangis dengan hati yang hancur. Kesedihan dan rasa tidak berdaya semakin membebani
dirinya, dan dia merasa semakin jauh
dari harapannya untuk membuktikan dirinya dalam dunia tari.
***
Hari itu, Kemala datang ke sanggar
tari seperti biasa untuk latihan. Namun, ada
kejutan di sana. Seorang murid pindahan baru, bernama Ajisaka, telah
bergabung. Ajisaka dikenal sebagai
penari yang sangat hebat, dan semua orang di sanggar sangat mengaguminya. Mbak Gayatri meminta Ajisaka untuk
memperkenalkan diri dan menunjukkan
kemampuannya dengan menari. Sementara yang lain duduk dan menyaksikan, Kemala terpukau oleh kepiawaian Ajisaka.
Dia merenung, berpikir bahwa ayahnya pasti akan bangga
jika dia bisa menari seindah itu.
Setelah Ajisaka menyelesaikan
tariannya, Kemala menemukan dirinya dipojokan
oleh Ajisaka. Ajisaka
mendekatinya dan bertanya,
“Gerakanku jelek, ya? Mengapa kamu begitu diam saat aku menari? Kenapa kamu tidak bertepuk tangan?”
Kemala merasa kesal, tetapi dia memutuskan untuk tidak merespon
dengan marah. Dia berpikir
bahwa Ajisaka tampaknya merendahkannya untuk sombong. Kemala ingin membuktikan bahwa dia juga bisa berprestasi di dunia tari. Meskipun hatinya
dipenuhi kemarahan, dia hanya diam dan tidak menjawab. Teman-teman lain yang melihat situasi
tersebut akhirnya ikut campur, dan mereka memberitahu
Ajisaka untuk tidak mengganggu Kemala. Ajisaka
menjadi bingung oleh reaksi Kemala
yang diam, tetapi dia akhirnya memilih untuk pergi. Kemala masih merasa
kesal dan bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa menjadi penari yang hebat tanpa harus
menyombongkan diri seperti Ajisaka.
Tak
lama setelahnya, Mbak Gayatri membuka
suara dan mengumumkan informasi tentang
lomba kebudayaan yang akan berlangsung di alun-alun utara Yogyakarta. Beberapa rangkaian perlombaannya adalah
lomba tari berpasangan, solo, dan tari kelompok. Dalam pengumuman itu, Mbak Gayatri
menjelaskan bahwa pemenangnya akan mendapatkan kesempatan
langka, yaitu diundang untuk tampil di acara kedutaan di China.
Kesempatan ini merupakan peluang besar, semua
anggota sanggar tari diingatkan untuk berlatih dengan tekun. Seleksi
untuk lomba akan dijadwalkan dua
minggu ke depan, sehingga semua anggota sanggar harus mempersiapkan diri dengan serius, termasuk
latihan keras untuk memperbaiki keterampilan tari mereka dan menjaga kesehatan
tubuh. Kemala merasa bersemangat dan penuh keyakinan
bahwa inilah saatnya
membuktikan dan mengambil
langkah besar dalam dunia tari. Dia bersiap
untuk bekerja keras,
berlatih, dan mempersiapkan diri untuk seleksi yang akan datang.
***
Di malam yang sunyi, Kemala duduk
dengan hati yang terberat di meja belajar, air
mata berlinang di pipinya. Setiap belajar, setiap latihan tari, semuanya membawanya pada kenangan yang begitu
mendalam: kenangan akan ibunya yang hangat
dan penyayang. Rindu terhadap ibunya merasuki setiap sudut hatinya, dan Kemala merasa belum bisa merelakan
kepergian yang mendalam itu. Kehilangan ibu
telah merobek hati keluarganya, dan tanpa disadari oleh Kemala, kakak dan ayahnya juga masih terluka dan belum
menerima kenyataan bahwa ibu mereka telah
pergi. Mereka saling menjauh dalam upaya mereka untuk menangani duka yang begitu dalam.
Kemala membuka surat dari kotak kecil
yang telah dibacanya berulang kali, surat terakhir
yang ditinggalkan oleh ibunya. Di dalam surat itu, ibunya telah menulis dengan kata-kata yang begitu penuh cinta
dan semangat. Ia menekankan bahwa usaha keras dan latihan
yang melelahkan bukanlah
sia-sia, tetapi merupakan
langkah-langkah yang akan membentuknya menjadi pribadi yang tangguh
untuk menjadi penari handal. Ibunya
memberikan semangat kepada Kemala untuk tidak
pernah melupakan doa kepada Tuhan dan mendoakan keluarganya agar mereka kuat. Pesan yang sangat
penting dalam surat itu adalah
bahwa jika Kemala merasa beban
hidupnya terlalu berat, ia diperbolehkan untuk istirahat sejenak.
Ibu memberikan izin untuk
bermain gimbot, merasakan kebahagiaan sederhana, dan dia mengingatkan Kemala agar tidak menahan kesedihan terlalu lama, karena ibunya telah menemukan kedamaian di antara
bintang-bintang di langit. Bagian penutup
surat ditulis oleh Ibu ungkapan cinta dan keyakinan bahwa Kemala akan menjadi
penari hebat yang akan dikenal
di seluruh dunia. Pesan-pesan ibunya mengisi hati Kemala dengan kekuatan dan ketenangan, sementara
rindu yang mendalam terhadap
ibunya tetap mengiringinya. Kemala tahu bahwa ibunya selalu bersamanya dalam setiap langkah
perjuangannya.
***
Setiap hari, Kemala dengan tekun
berlatih gerakan tari, mulai dari tari tradisional hingga gerakan tari modern. Latihan ini dilakukannya untuk
menjaga tubuhnya tetap lentur dan luwes, serta memperbaiki teknik tarian yang masih perlu ditingkatkan.
Terkadang, dia bahkan menambahkan jadwal latihan tambahan di rumah, bahkan ketika tubuhnya sering membiru karena terjatuh saat berlatih. Kemala
tetap berjuang meskipun
masih sulit menstabilkan keseimbangan tubuhnya. Kemala berlatih gerakan-gerakan yang
memerlukan koordinasi yang sempurna,
menjaga ritme yang tepat, dan ekspresi wajah yang sesuai. Dia juga berlatih tarian tradisional dengan penuh
dedikasi, menghormati akar budayanya. Tak jauh dari garasi tempat kemala berlatih menari,
ayah Kemala dengan senyuman lebar melihat anaknya
berlatih. Wajahnya penuh dengan ekspresi
campuran antara kebanggaan dan kekerasan, karena dia yakin bahwa anaknya
bisa berhasil. Walaupun nadanya
terdengar keras, ayahnya hanya ingin yang terbaik untuk Kemala. Dia ingin melihat anaknya menjadi penari terbaik
yang mampu mengukir prestasi gemilang
dalam dunia tari.
Kemala berlatih gerakan-gerakan tari
dengan intensitas tinggi, mempersembahkan dedikasi
dan fokus yang tak tergoyahkan. Dia tahu bahwa setiap gerakan harus sempurna untuk bersaing di seleksi yang
akan datang. Terutama, dia fokus pada teknik-teknik
yang perlu ditingkatkan, berulang kali mencoba hingga mendekati kesempurnaan.
Salah satu gerakan yang selalu
membuatnya frustasi adalah gerakan tangan yang
kurang luwes. Gerakan
tangan dalam tarian seringkali menjadi
ekspresi yang sangat
penting, dan Kemala sadar bahwa kesulitan ini bisa
menjadi hambatan dalam seleksi. Dia
berlatih dengan teliti, mengamati setiap jari dan pergelangan tangannya, mencoba untuk membuat gerakan
tangan itu lebih lembut dan elegan. Dia melibatkan dirinya dalam latihan
teknis yang memerlukan kepekaan dan keterampilan yang tinggi. Tidak hanya
gerakan tangan yang menjadi tantangan. Kemala juga berjuang untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Terkadang, gerakan yang membutuhkan stabilitas fisik
membuatnya terjatuh. Ini membuatnya semakin
termotivasi untuk berlatih lebih keras lagi. Dia berdiri kembali setiap kali dia jatuh, dan dia terus berupaya agar
gerakannya lebih stabil dan indah. Kemala memahami
bahwa hanya melalui latihan yang tekun dan pengorbanan diri, dia akan bisa mengatasi kekurangannya dan
mempersiapkan diri dengan baik untuk seleksi
tari yang akan datang.
***
Pada hari berikutnya, Kemala hadir di
latihan sanggar tari seperti biasa. Ajisaka selalu memperhatikan dari kejauhan,
menyadari bahwa Kemala mungkin akan menjadi salah satu pesaingnya dalam lomba yang akan datang.
Dia melihat dengan seksama bagaimana Kemala berjuang
dengan gerakan tangan yang sulit, dan
akhirnya, Ajisaka memutuskan untuk mendekatinya.
“Kemala,” kata Ajisaka
dengan lembut, “Gerakanmu sudah bagus, tapi mungkin ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Terkadang aku melihat
bahwa gerakanmu terlalu terburu-buru
dan kurang detail, yang membuatnya terkesan kurang luwes.” Kemala mendengarkan dengan serius, merasa terbantu dengan Ajisaka yang berani
memberikan masukan jujur. “Apa yang harus aku lakukan, Ajisaka? Aku ingin memperbaiki gerakanku, sebenarnya aku kurang bisa mengatur seberapa perlu gerakan tanganku ini
melengkuk.”
Ajisaka tersenyum, “Aku akan membantumu. Pertama-tama, kita fokus pada gerakan tangan ini.” Ajisaka
dengan sabar menjelaskan setiap detail gerakan
tangan, menggambarkannya dengan elegan dalam kata-kata dan gerakan yang mengalir seperti air yang tenang di aliran sungai yang indah. “Coba lagi, sekarang,” ujarnya
lagi sambil menunjukkan gerakan dengan kemahiran
yang mengagumkan. Kemala merasa tersentuh
oleh tindakan Ajisaka
yang sangat membantu. Dia merasa berterima kasih
kepada Ajisaka atas bantuannya yang tak terduga. “Ingat, biarkan gerakan ini mengalir begitu indahnya, seperti
aliran sungai yang tak
terhentikan.”
Saat
Kemala hampir jatuh, Ajisaka dengan cepat meraih dan menahan tubuh Kemala. Mereka berdua berada dalam posisi yang agak dekat,
“Hati-hati, Kemala. Keseimbangan itu kunci. Cobalah
untuk lebih meratakan
berat badanmu dan biarkan gerakan mengalir. Aku akan membantu.”
Kemala, yang masih merasa gemetar, menjawab
dengan suara gemetar,
“Terimakasih, Ajisaka.
Aku hampir jatuh.”
Saat
mereka sedang dalam posisi itu, Mbak Gayatri
mendekatinya dan memberikan arahan tambahan, “Benar, keseimbangan sangat penting
dalam tarian. Ingatlah
untuk meratakan berat badanmu dan percayalah pada dirimu sendiri, Kemala. Kamu bisa melakukannya.”
Setelah memberikan instruksi, Mbak Gayatri pergi untuk membimbing murid-murid lainnya, sehingga tinggallah Kemala dan Ajisaka.
Kemala merasa tertantang dan terinspirasi oleh kata-kata Ajisaka
dan Mbak Gayatri.
Dengan tekun, dia mencoba
lagi, mencoba meniru gerakan yang diajarkan oleh Ajisaka dengan lebih hati-hati dan ketelitian. Meskipun gugup, Kemala
merasa semakin percaya diri karena Ajisaka.
Ajisaka terus memberikan bimbingan penuh kesabaran, membantu Kemala mengatasi
ketidaksempurnaan gerakannya satu per satu.
***
Tibalah hari seleksi akhir, dan Kemala
berusaha untuk merilekskan tubuhnya yang tegang. Di sampingnya, Ajisaka
memberikan dukungan dengan kata-kata, “Kemala, kamu memiliki bakat luar
biasa. Percayalah pada dirimu sendiri. Semua latihan keras kita akan terbayar
sekarang. Ayo, ini saat kita harus menunjukkan
kepada semua orang kemampuan kita.” Senyum tulus melintas di wajah
Kemala, dan dia menjawab, “Terima kasih, Ajisaka. Kita bisa melakukannya bersama. Ayo, kita berikan yang terbaik.”
Giliran mereka akhirnya tiba, dan
Kemala menari dengan gemulai, penuh percaya diri,
dan ekspresif. Kemampuan tari Kemala membuat Ajisaka tersenyum bangga. Ajisaka lalu berkata pada Kemala,
“Kemala, kamu tampil luar biasa. Aku bangga bisa menjadi temanmu, dan aku yakin kita berdua akan
melangkah lebih jauh dalam kompetisi
ini.” Kemala tersenyum dan balas berkata, “Ajisaka, kamu selalu hebat. Kamu gak pernah gagal, ya?”
Kemala lalu memilih untuk berbicara tentang
pertemuan pertama mereka, di mana dia awalnya merasa kesal karena
Ajisaka terlihat sombong.
Namun, kemudian dia menyadari bahwa jika tidak karena pertemuan itu, mungkin dia akan tetap
menjadi anak yang pesimis. “Pertemuan kita
awalnya membuatku kesal,” tambah Kemala, “tapi akhirnya aku menyadari bahwa aku belajar banyak darimu. Jiwaku
seketika bangkit dan aku berniat untuk mengalahkanmu.”
Kemala mengakhirinya dengan tawa ringan.
Ajisaka menyadari bahwa sikapnya
mungkin telah membuat Kemala merasa tidak nyaman,
dan dia dengan rendah hati mengakui kesalahannya. “Maaf, Kemala,” ujar Ajisaka, “kupikir aku sedikit
terlalu sombong. Terkadang, aku merasa terlalu
percaya diri karena banyak orang yang memuji kemampuanku. Aku stress
ketika ada yang tidak menyukai
penampilanku.” Kemala lalu memberikan kalimat
bijaknya, “Ajisaka, tidak semua orang harus menyukai kita.
Terkadang, ada orang yang perlu membenci kita untuk mengingatkan kita tentang seberapa
besar perjuangan kita dan
bagaimana kita bisa menjadi lebih baik.” Kemala dan Ajisaka tersenyum, dan mereka berdua saling
memberikan dukungan satu sama lain, siap untuk
menghadapi kompetisi yang akan datang.
Hasil seleksi akhirnya diumumkan,
Ajisaka dan Kemala mendengar nama mereka disebut sebagai
peserta yang lolos. Kemala dan Ajisaka bersorak
penuh kebahagiaan, sambil
memeluk satu sama lain. Kemala
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ajisaka atas semua
bantuan dan semangatnya yang luar biasa. Kemala
dan Ajisaka kemudian menghadapi proses pembagian kelompok untuk lomba. Secara kebetulan, mereka
ditempatkan dalam kelompok tari berpasangan.
Mereka akan menjadi partner untuk lomba tersebut dan siap untuk
menghadapi tantangan yang ada. Mereka
berdua merasa semangat untuk bersaing sebagai tim.
***
Diperjalanan pulang, Kemala merasa campuran perasaan
antara gembira dan cemas.
Dia telah berhasil lolos seleksi, dan ini adalah sebuah pencapaian yang patut dibanggakan. Namun, seiring dengan rasa bangga,
ada ketidakpastian tentang bagaimana ia akan menghadapi biaya
pendaftaran untuk lomba yang akan datang. Perasaan
ini begitu mendalam,
hingga membuat wajahnya
terlihat murung. Ketika Kemala akhirnya
tiba di rumah, suasana keluarga
tampak berbeda. Kakaknya
tiba-tiba pulang ke rumah, mungkin pertama kalinya dalam waktu yang lama, dan dia terkejut melihat ekspresi sedih di
wajah Kemala. Mata ayah dan kakaknya
tampak bengkak, mengisyaratkan bahwa mereka baru saja berbicara dan melepaskan emosi mereka satu sama lain terkait.
Kakak dan Ayah tampaknya telah
mencapai titik di mana mereka merasa penting untuk mendekati masalah
keluarga yang belum terselesaikan. Kemala,
meskipun masih penuh dengan
rasa ragu, mendekati ayah dan kakaknya, lalu mereka saling memeluk satu sama lain. Di dalam pelukan itu, semua
kata-kata tak terucapkan terasa tercermin, dan mereka merasakan bahwa mereka berada di tempat yang aman untuk berbicara dengan tulus.
Setelah mereka melepaskan emosi dan
berbicara tulus, suasana di rumah menjadi lebih
ringan. Keluarga Kemala merasa lebih dekat satu sama lain, dan hubungan mereka yang sempat renggang mulai pulih. Suasana
bahagia dalam rumah tersebut
belum berakhir. Kemala, meskipun masih merasa ragu untuk berbicara, akhirnya
membawa kabar bahagia
yang membuat wajah ayah dan kakaknya berbinar.
Dengan hati-hati, Kemala mengungkapkan, “Ayah, kakak… Kemala berhasil
lolos seleksi. Kemala akan mengikuti lomba tari Festival Kebudayaan.”
Namun, ia juga dengan jujur
mengungkapkan kenyataan bahwa dia membutuhkan
tambahan uang untuk biaya pendaftaran yang belum tercukupi oleh
tabungannya. Ayah dan kakaknya tidak
ragu-ragu. Mereka dengan cepat menawarkan bantuan, meyakinkan Kemala bahwa impian dan bakatnya adalah sesuatu yang patut didukung sepenuhnya. Mereka memberikan
dukungan sepenuh hati, memberikan semangat
yang tak tergantikan. Semua masalah keluarga yang pernah ada tidak menghalangi mereka untuk bersatu,
mendukung satu sama lain dalam perjalanan yang baru. Inilah saat di mana keluarga Kemala bersama-sama menyatukan kekuatan mereka untuk mewujudkan impian Kemala sebagai seorang
penari.
***
Setelah dua bulan berlatih
keras yang penuh semangat, Ajisaka
dan Kemala bersiap
untuk memamerkan usaha keras mereka di atas panggung festival
di alun-alun. Ribuan
penonton memenuhi alun-alun, dan hati mereka berdebar-debar. Namun,
Ajisaka telah meyakinkan Kemala bahwa penampilan mereka akan menjadi
yang terbaik. Sembari
menatap dengan tangannya
memegang bahu Kemala Dia mengatakan, “Singkirkan keraguan, Kemala,
dan berperilaku seolah-olah kita adalah makhluk terhebat
di sini.” Kemala hanya mengangguk.
Dengan ekspresi yang selaras dan
gerakan yang kompak, Ajisaka dan Kemala tampil sebagai
pasangan penari yang memukau. Mereka menggambarkan keindahan tari dengan penuh semangat,
dan penonton memberikan tepuk tangan yang meriah juga juri memberikan skor tinggi untuk penampilan mereka.
Akhirnya, saat pengumuman pemenang tiba, mereka mendengar nama mereka diumumkan sebagai pemenangnya. Semua usaha
keras dan kesulitan yang mereka alami
selama latihan telah terbayar. Kemala menangis bahagia saat dipeluk oleh kakak dan ayahnya. Ajisaka menyaksikan
momen ini dengan hati yang terharu.
Mereka menyadari bahwa kemenangan ini membawa mereka ke
China untuk mengikuti acara kedutaan,
dan saat itu mereka merasa terharu dan bersyukur atas pencapaian mereka yang luar biasa. Setelah pertunjukan, dalam momen ketenangan, Kemala memandang ayah dan
kakaknya dengan mata penuh air mata. “Terima kasih, Ayah, Kakak,” katanya dengan suara gemetar. “Terima kasih telah selalu mendukungku dan memberi
kesempatan untuk mewujudkan impian ini.”
Kemala melanjutkan, “Dan terima kasih untuk Ibu di atas sana
bersama bintang. Semua yang kulakukan, aku lakukan juga untuk Ibu. Aku tahu Ibu selalu bersamaku, dan aku sangat merindukanmu.” Ayah dan kakaknya
tersenyum dengan bangga,
merasa sangat bersyukur
atas kesuksesan Kemala dan mencintainya dengan tulus.
Ajisaka tersenyum dan mengulurkan
tangannya kepada Kemala, “Kemala, terima
kasih karena telah menjadi pasangan menari yang luar biasa. Kita melalui
banyak hal bersama, dan aku berharap
di depan sana kita bisa lebih membanggakan lagi.” Kemala tersenyum hangat dan membalas, “Terima kasih,
Ajisaka. Kamu adalah sumber inspirasi
yang luar biasa, dan aku tak akan pernah lupa semua bantuan kamu.” Kemala dan Ajisaka kemudian
berpaling kepada Mbak Gayatri. Mereka mengucapkan
terima kasih kepada guru menari mereka yang telah membimbing mereka dengan sabar dan mempercayai
potensi mereka. Mbak Gayatri tersenyum bangga, “Kalian telah bekerja keras dan tampil luar biasa. Tetapi yang
paling penting, kalian selalu
memiliki semangat untuk terus berkembang. Saya bangga menjadi guru kalian.”
SELESAI
Beri Balasan