M.Rais Makka
Ilustrasi : Freepik |
Perkembangan kasus orang dengan HIV/AIDS di dunia beberapa tahun ini mengalami peningkatan. WHO (2023) mencatat rata-rata kasus orang yang hidup dengan HIV/AIDS di dunia berkisar 38,4 juta dan ini meningkat sebesar 0,6 juta dari tahun 2020 sampai 2021. Untuk kasus infeksi baru tercatat sekitar 1,5 juta orang, meninggal karena penyakit terkait AIDS sekitar 650.000 orang, telah terinfeksi HIV sejak awal epidemi sekitar 84,2 juta orang, dan telah meninggal karena penyakit HIV/AIDS sejak awal epidemi sekitar 40,1 juta orang. Namun demikian, kasus kematian terkait HIV/AIDS telah menurun sebesar 57% di antara wanita dan anak perempuan dan sebesar 47% di antara pria dan anak laki-laki sejak 2010. Data dari UNAIDS (2023) menemukan bahwa populasi kunci di tahun 2021 adalah pekerja seks dan klien mereka, laki-laki gay dan laki-laki lain yang berhubungan seksual, penasun (pengguna Napza suntik), transgender, dan pasangan seksual mereka menyumbang 70% dari infeksi HIV secara global. Penyelesaian masalah HIV/AIDS ini telah menjadi Sustainable Development Goals pada tujuan ketiga tentang Good Health and Well-Being tepatnya pada poin 3.2 yang menyatakan bahwa “Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya”.
Di Indonesia, kasus HIV mengalami peningkatan di tahun 2023. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Muhammad Syahril menyebutkan bahwa angka ini didominasi ibu rumah tangga yang mencapai 35%. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta pasangan dengan perilaku seks berisiko. Kondisi demikian ditakutkan dapat terus meningkat terutama ibu rumah tangga yang terinfeksi berisiko tinggi menularkan virus ke anaknya baik pada saat dalam kandungan, proses melahirkan, atau saat menyusui (Karina, 2023).
Berbagai permasalahan dihadapi oleh Indonesia dalam menangani kasus HIV/AIDS. Permasalahan tersebut dapat timbul dari berbagai perilaku pasien maupun masyarakat, diantaranya adalah kurangnya kesadaran, pengetahuan, dan kemauan pasien untuk minum obat, contohnya Anti Retroviral Virus (ARV); ketakutan dan kecemasan ODHA dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan; kurangnya optimalisasi sosialisasi dan edukasi pencegahan HIV AIDS; penundaan pelaksanaan Voluntary Counseling Test atau tes HIV pada populasi berisiko; penolakan terhadap kondom; stigma dan diskriminasi masyarakat dan petugas kesehatan serta kurangnya dukungan yang diberikan kepada ODHA (Anggina et al., 2019; Setyani, 2021; NewsUnair, 2021). Ada beberapa upaya yang hendak ditingkatkan oleh pemerintah dalam menangani HIV/AIDS di Indonesia diantaranya adalah upaya penemuan orang dengan HIV (ODHIV) baru bersama komunitas, perluasan layanan perawatan dukungan dan pengobatan, peningkatan pencapaian tes viral load menjadi 70% dari ODHIV on ARV, peningkatan skrining TBC pada semua ODHIV diikuti dengan pencegahan TBC pada ODHIV, dan pelibatan multi sektoral baik lintas program, sektor, dan komunitas (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, 2023). Hal inilah yang membuat penulis menyusun berbagai upaya yang berusaha dilakukan pemerintah dalam menangani HIV/AIDS dengan mengintegrasikan peran transformasi kesehatan digital. Rencana ini dibentuk dalam mobile application bernama HIVFRIEND berbasis Internet of Things (IoT) dalam mendukung pemberian pendampingan pengobatan dan edukasi kepada masyarakat, khususnya ODHIV. HIVFRIEND adalah inovasi aplikasi multi program (kesehatan, pendidikan, dan teknologi komunikasi dan informatika) karya pemuda bangsa yang dibentuk sebagai bentuk pendampingan pengobatan dan edukasi kepada kepada ODHIV khususnya dan masyarakat umumnya. Sesuai namanya, HIVFRIEND berarti “teman HIV”, dengan harapan bahwa aplikasi ini mampu menjadi wadah bagi ODHIV dalam mendapatkan pendampingan pengobatan baik dari keluarga maupun tenaga kesehatan. Ini juga sebagai langkah untuk memberikan edukasi dengan sumber terpercaya dan anti-hoax kepada masyarakat agar dapat menurunkan stigma negatif terhadap penderita HIV.
Aplikasi ini dibentuk dalam mobile application dan terintegrasi Internet of Things (IoT) yang memudahkan penggunanya. IoT memungkunkan objek menghasilkan dan/atau mengumpulkan data untuk saling terhubung melalui teknologi seperti identifikasi frekuensi audio radio, aktuator, sensor, dan ponsel (Saleem et al., 2016; Rejeb et al.,2023). Cara kerja dari aplikasi ini nantinya akan menyesuaikan dengan cara kerja sistem mobile IoT yakni mengumpulkan data tentang lingkungan sekitar yang meliputi: input data tentang kejadian HIV/AIDS yang dialami oleh individu ODHIV (tanda dan gejala yang muncul, keluhan utama yang dialami, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, pola makan, pola tidur, kebiasaan merokok dan minum alkohol) setelah mendapatkan informed consent untuk selanjutnya dilakukan prosedur pemantauan pengobatan ODHIV; data masuk dalam bagian sentral IoT dan lapisan jaringan bertanggung jawab mentransfer dan memproses data yang dikumpulkan oleh lapisan persepsi diawal sehingga data yang sebelumnya didapat dapat dilanjutkan dengan rekomendasi dokter dan tenaga kesehatan lainnya sebagai pemantau utama pasien; lapisan akhir yang divisualisasikan dan diakselerasikan dalam bentuk kumpulan layanan dan fungsi yang disediakan untuk pengguna akhir. Berbagai fitur ditawarkan oleh HIVFRIEND sebagai mobile aplikasi pendampingan pengobatan dan edukasi kepada ODHIV dan masyarakat. Fitur ini disajikan dalam tiga model yang disesuaikan dengan penggunanya yakni model individu (ODHIV atau masyarakat), keluarga (pendamping operasional ODHIV selama proses pengobatan), dan tenaga kesehatan (pendamping utama pasien selama pengobatan dan edukasi). Model keluarga ini nantinya akan memberikan panduan dan pemberitahuan kepada keluarga tentang bagaimana perkembangan pengobatan klien seperti konsumsi antiretroviral, konsultasi secara online dan offline dengan tenaga kesehatan, laporan perkembangan viral load (baik sebelum dan sesudah tes). Model tenaga kesehatan akan memberikan kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk melihat perkembangan kondisi pasien melalui aplikasi baik dari segi pengobatan, ketersediaan informasi, konseling, viral load dan CD4 test.
Gambar 1: Menu yang Ditawarkan HIVFRIEND
Menu yang ditawarkan dalam aplikasi ini antara lain Home, Community, Report, dan User. Pada menu Home terdapat beberapa submenu yang berperan dalam menyukseskan peran pemuda dalam pengobatan dan edukasi HIV-AIDS yakni H-Treatment, H-Facilitation, H-Alarm, H-Screening, H-Appointment, dan H-Education. H-Treatment berperan untuk pencatatan informasi berkaitan dengan pengobatan yang perlu didapatkan oleh pasien, hal ini termasuk dengan data-data diri pasien yang akan diinput sehingga dapat menentukan diagnosis-diagnosis mayor dan minor dalam penanganan HIV-AIDS. H-Facilitation berperan untuk memberikan informasi bagi setiap orang yang ingin mengunjungi rumah sakit terdekat yang memberikan perawatan HIV-AIDS secara holistik, fitur ini merujuk seperti fungsi Google Maps versi rumah sakit. H-Alarm bertujuan untuk mengingatkan pasien dengan HIV/AIDS untuk minum obat sehingga risiko
ketidakefektifan dalam layanan pemberian pengobatan akibat kelalaian pengobatan berusaha diatasi.
Fitur lainnya seperti H-Screening merupakan bentuk lain dari Voluntary counseling and test (VCT) yang menjadi bagian penting dalam perangkat pencegahan HIV yang diterapkan di seluruh dunia. Ini menyediakan konseling sebelum dan sesudah tes yang bertujuan untuk mempromosikan strategi pengurangan risiko (seperti penggunaan kondom dan pengungkapan status), memberikan dukungan, dan untuk menjamin keterkaitan perawatan (misalnya terapi antiretroviral) (Costa et al., 2022). H-Appointment digunakan untuk membuat janji bersama dengan tenaga kesehatan ahli bidang HIV/AIDS. Janji ini akan diwujudkan dalam bentuk konseling ini nanti dilakukan secara online maupun offline bersama dengan tenaga medis maupun tenaga kesehatan yang berkompetensi di bidang HIV/AIDS yang dapat terhubung melalui aplikasi HIVFRIEND. Mereka juga bisa mendapatkan kontrol dari tenaga kesehatan sehingga nantinya akan diperlukan konsultasi dan pengontrolan serta manajemen oleh keluarga di rumah. Subfitur terakhir dari H-Education adalah pemberian edukasi kepada masyarakat tentang HIV-AIDS yang bersifat anti-hoaks. Hal ini dapat diwujudkan dengan memperhatikan aturan perizinan penguploadan konten edukasi di HIVFRIEND yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan sehingga meminimalisasi hoaks. Menu kedua yang ditawarkan adalah community yang berperan dalam memberikan dukungan positif dan menghilangkan stigma negatif yang dialami oleh orang dengan HIV/AIDS. Mereka akan mendapatkan berbagai cerita dari orang-orang yang menderita hal yang sama atau dari orang-orang yang ingin mendukung terus mereka. Tentu saja fitur ini akan memuat identitas pasien secara anonim sehingga tidak diketahui oleh orang lain. Menu ketiga adalah Report atau laporan yang secara berkala dapat diberikan oleh HIVFRIEND kepada penggunanya. Misalnya adalah perkembangan viral load dan CD4+. Viral load dan CD4 berperan untuk memantau perkembangan viral load dan CD4 ODHIV dari waktu ke waktu selama pengobatan dan memberikan informasi kepada ODHIV dan keluarga yang memantau serta tenaga kesehatan sebagai pendamping utama akan keberhasilan atau kemunduran dari pengobatan. Ini disajikan dalam bentuk diagram titik sehingga nantinya pasien dapat melihat dengan jelas tanpa perlu menginterpretasi sendiri data yang ada. Pengguna juga dapat melihat riwayat perawatan dan obat serta jadwal melakukan perawatan dan minum obat dikembangkan untuk mengingatkan ODHIV untuk terapi antiretroviral dengan konsep 6 benar obat yakni benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute, benar waktu, dan benar dokumentasi. Sehingga pasien tidak akan melewatkan 6 benar obatnya dan telah disesuaikan dengan alarm aplikasi. HIVFRIEND yang terintegrasi Internet of Things dirasa sebagai langkah penting dalam menyukseskan gerakan three zero HIV AIDS yakni zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, dan zero stigma dan diskriminasi menuju Indonesia bebas HIV/AIDS 2030. Fitur-fitur yang disajikan dalam aplikasi ini merupakan perwujudan nyata dari pemenuhan tujuan tersebut. Terdapat berbagai keunggulan yang dapat ditawarkan oleh aplikasi ini diantaranya adalah: 1) Penyajian dalam tiga model sehingga memudahkan perawatan dan perawatan pasien berbasis family healthcare dan health workers care service; 2) Fitur H-Education yang dapat diakses secara berkala untuk mendapatkan edukasi dengan metode terkini dalam bentuk tulisan dan video yang dibuat oleh tenaga kesehatan langsung sehingga mencegah adanya hoax dan mitos; 3) Fitur H-Alarm yang dapat mengingatkan ODHA untuk jadwal pengobatan dan mencegah risiko kelupaan; 4) Menyediakan ruang ekspresif bagi ODHA untuk mengekspresikan dirinya, memberi dukungan satu sama lain, dan menerima dukungan dari orang lain; 4) Dapat diakses dimanapun dan kapanpun ketika internet tersedia. Meskipun demikian, aplikasi ini memiliki beberapa kelemahan yang perlu diatasi. Kelemahan yang dapat dirumuskan sejauh ini dari aplikasi ini adalah: 1) Perlunya akses internet saat menjalankan aplikasi sehingga perlu dikembangkan beberapa fitur yang bersifat offline terutama fitur H-Alarm dan Report agar pasien dapat tetap mendapat peringatan dan penjadwalan dari aplikasi dengan mengarahkan penggunaan alarm bawaan; 2) User Interface (UI) dan User Experience (UX) aplikasi yang masih sederhana sehingga perlu dikembangkan dengan berkolaborasi dengan UI/UX Designer dalam mengembangkan aplikasi ramah dan nyaman bagi para pengguna; 3) Program aplikasi masih belum dikembangkan secara maksimal sehingga harus berkobarasi dengan Developer dalam penciptaan aplikasi; 4) Kurangnya pengetahuan masyarakat dengan aplikasi sehingga diperlukan campaign secara online melalui media sosial maupun campaign offline melalui pengabdian masyarakat berbasis advokasi dan pemberdayaan dengan tagline “Treat Better for Better Life”; dan 5) Belum dilakukan kerja sama dengan pemerintah sehingga dapat dilakukan upaya pengajuan kerja sama melalui Kemenkes RI.
Aplikasi HIVFRIEND melibatkan multi program dalam pelaksanaannya baik dari kesehatan, pendidikan, teknologi komunikasi dan informatika sehingga memerlukan dukungan multi program tersebut. Harapan untuk dapat mengkolaborasikan berbagai program dalam aplikasi ini merupakan wujud kepedulian bersama dalam mewujudkan Three Zero HIV/AIDS. Pemuda sebagai penerus estafet perkembangan bangsa berperan sebagai pelaksana utama dalam penyebarluasan penggunaan aplikasi ini. Pemuda yang cenderung telah berada pada masa transformasi teknologi akan dapat memaksimalkan perannya dalam mentransformasi bidang kesehatan juga. Keterlibatan transformasi kesehatan digital dalam mendukung aspek kesehatan nasional dan internasional akan menjadi terobosan penting dalam pemberian perawatan dan informasi kesehatan yang lebih baik dan optimal kepada orang dengan HIV/AIDS maupun masyarakat luas sehingga kemajuan atas kesehatan Indonesia dapat diwujudkan sesuai dengan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Visualisasi Aplikasi:
DAFTAR PUSTAKA
Anggina, Y., Lestari, Y., & Zairil. (2019). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2). http://dx.doi.org/10.25077/jka.v8i2.1016
Costa, A. B., Viscardi, L. H., Feijo, M., & Fontanari, A. M. V. (2022). HIV Voluntary Counseling and Testing (VCT-HIV) effectiveness for sexual risk-reduction among key populations: A systematic review and meta-analysis. EClinicalMedicine, 52, 101612.
https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2022.101612
Direkrorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI. (2023). Sejumlah Poin Kesepakatan Dihasilkan Guna Mempercepat Pencapaian Target Nasional Program HIV PIMS, Tuberkulosis, dan Malaria Tahun 2023. Kemenkes RI. http://p2p.kemkes.go.id/sejumlah-poin-kesepakatan-dihasilkan-guna-mempe rcepat-pencapaian-target-nasional-program-aids-tbc-dan-malaria-tahun-202 3/
Karina, D. (2023). Kemenkes Ungkap Kasus HIV dan Sifilis naik di 2023, Penularan Didominasi Ibu Rumah Tangga. KompasTV. https://www.kompas.tv/article/405269/kemenkes-ungkap-kasus-hiv-dan-sifi lis-naik-di-2023-penularan-didominasi-ibu-rumah-tangga
NewsUnair. (2021). Identifikasi Faktor Penghambat Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Tulungagung. UNAIRNEWS. https://news.unair.ac.id/2021/05/19/identifikasi-faktor-penghambat-penangg ulangan-hiv-aids-di-kabupaten-tulungagung/?lang=id
Rejeb, A., Rejeb, K., Treiblmaier, H., Appolloni, A., Alghamdi, S., Alhasawi, Y., & Iranmanesh, M. (2023). The Internet of Things (IoT) in healthcare: Taking stock and moving forward. Internet of Things, 22, 100721.
https://doi.org/10.1016/j.iot.2023.100721
Saleem, Y., Crespi, N., Rehmani, M. H., Copeland, R., Hussein, D., & Bertin, E. (2016). Exploitation of social IoT for recommendation services. 359–364.
Setyani, R. A. (2021). Dilematis Penanggulangan HIV AIDS Selama Pandemi COVID-19 : Akankah Three Zero 2030 Terwujud?. Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Doktor (S3) Universitas Sebelas Maret. https://pasca.uns.ac.id/s3ikm/2021/06/05/dilematis-penanggulangan-hiv-aid s-selama-pandemi-covid-19-akankah-three-zero-2030-terwujud/.
UNAIDS. (2023). Global HIV & AIDS Statistic-Fact Sheet. https://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet
WHO. (2023). HIV.
https://www.who.int/data/gho/data/themes/hivaids#:~:text=Global%20situation%20and%20trends%3A&text=Globally%2C%2038.4%20million%20% 5B33.9%E2%80%93,considerably%20between%20countries%20and%20re gions.
Beri Balasan