Warga MIPA Soroti Kaderisasi dan Budaya Organisasi di Debat Pemilwa 2025

Sesi pemaparan visi & misi oleh masing-masing paslon (Kabarbasic/Ezra)

Debat Terbuka Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) digelar pada Kamis (20/11/2025) di Gedung MIPA Center 1.1 (Banquet Room). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian acara Pemilwa FMIPA 2025 sebelum pemilihan pada Kamis (27/11/2025). 

Agenda ini menampilkan dua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA, yakni Aldi Bagus S. dengan Thattyana Giesella F. P. sebagai paslon 1 dan Muhammad Maqdis P. dengan Amirul Mu’Minin sebagai paslon 2. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dekanat, ketua dan perwakilan lembaga FMIPA, serta mahasiswa FMIPA.

Agenda dimulai dengan pemaparan visi, misi, dan program unggulan, kemudian berlanjut ke sesi tanya jawab antar pasangan calon. Dalam sesi tersebut,  Thattyana, calon wakil presiden nomor 1, menyoroti program lembaga yang hanya terlihat berhasil di permukaan tanpa memberikan dampak berarti bagi warga FMIPA. Sementara itu, Amirul, calon wakil presiden nomor 2, menyoroti kultur kerja BEM yang dinilai kurang inisiatif dalam menjalankan tugas yang seharusnya tidak lagi memerlukan arahan dari Badan Pengurus Harian (BPH).

Agenda berlanjut ke debat mosi dan sesi tanya jawab dari pihak dekanat. Ketua dan wakil dekan tidak hadir dan keduanya diwakili oleh Kepala Subbagian (Kasubbag) Akademik FMIPA, Ika Wuriyanti, SE., MM. Dalam sesi tersebut, Ika menanyakan solusi terkait rendahnya partisipasi warga FMIPA dalam kegiatan organisasi, termasuk Pemilwa. “Infonya, mahasiswa MIPA itu hanya 6% yang nyoblos dari 4000 sekian. Bagaimana cara kalian membangkitkan semangat mahasiswa FMIPA untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilwa?”

Kedua paslon memberikan jawaban yang serupa, yaitu dengan melakukan promosi masif di media sosial dan mengajak mahasiswa secara langsung. Mereka menekankan pentingnya pemahaman kepada mahasiswa bahwa menggunakan hak pilih berdampak pada diri mereka sendiri dan masa depan FMIPA.

Seorang warga MIPA yang memperkenalkan diri sebagai Tan Malaka (Kabarbasic/Ezra)

Sesi terakhir diisi dengan tanya jawab bersama warga MIPA. Seorang peserta menanyakan kepada paslon nomor 1 mengenai evaluasi paslon terhadap organisasi MIPA dalam beberapa tahun terakhir serta solusi untuk memperbaiki kaderisasi.

“Kondisi kaderisasi sekarang tidak merata di seluruh lembaga FMIPA, karena terdapat perbedaan budaya kerja tiap organisasi, stigma buruk yang dipegang satu organisasi yang membuat warga MIPA kurang tertarik,” ungkap Thattyana. Ia juga menyebutkan bahwa BEM sudah memiliki program Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMM-TM) yang bertujuan melatih perwakilan lembaga untuk meningkatkan kualitas kepengurusan.

“Inovasi untuk masalah tersebut yaitu bersama kalem (red: ketua lembaga), nanti yang akan ada forum sendiri untuk berdiskusi kondisi tiap lembaga sehingga diketahui kendala tiap organisasi, lalu dicari jalan tengahnya. Rebranding dan evaluasi juga perlu dilakukan,” pungkas Thattyana.

Warga MIPA lain menanyakan kepada paslon nomor 2 mengenai solusi atas budaya ‘danusan’ kepanitiaan yang dinilai sudah tidak relevan. Maqdis, calon presiden nomor 2 menyebutkan pokok masalah dari danusan itu sendiri yaitu kurangnya dana.

“Danusan itu ada karena kurangnya dana. Harusnya danusan itu opsi terakhir. Salah satu solusinya yaitu mencari sponsor. Untuk mendapat sponsor, proker harus menarik. Selain sponsorship, bisa menjual barang yang dibutuhkan atau berguna oleh warga MIPA (red: selain jajan pasar yang paling sering dijual oleh kepanitiaan yang melakukan danusan),” jawab Maqdis.

Pertanyaan berikutnya datang dari seorang warga yang memperkenalkan diri sebagai Tan Malaka. Ia meminta jawaban konkret mengenai kondisi MIPA pada tahun-tahun sebelumnya. “Saya tidak menemukan jawaban kalian ada liniernya dengan apa yang ditanyakan oleh tendik dan teman-teman sebelumnya. Jadi tidak hanya evaluasi dan inovasi terus menerus, apa contoh konkret budaya apa yang membuat program kerja MIPA sampai sekarang tidak terlihat? Jadi ada sebab akibat. Jangan-jangan teman-teman paslon tidak tahu apa masalahnya di MIPA sebenarnya.”

Thattyana menjawab, “Budaya seperti apa yang perlu diperbaiki contohnya yaitu evaluasi (Steering Committee) SC yang kurang relevan dan hanya ingin memojokkan kepanitiaan. Yang perlu diperbaiki di situ SC bertugas memberi arahan dan perbaikan, bukan hanya untuk marah-marah. SC juga perlu memberikan apresiasi dan validasi apabila kerja panitia bagus. Yang kedua yaitu kerja yang tidak mempedulikan waktu karena akademik juga harus dipikirkan.”

Sementara itu, Maqdis menyoroti kaderisasi sebagai budaya yang perlu diperbaiki. Ia menyampaikan, “Yang perlu diperbaiki yaitu kaderisasi. Kaderisasi di MIPA sendiri output-nya masih banyak mahasiswa MIPA masih kurang rasa ingin mengikuti organisasi. Selain itu program MIPA harus punya nilai yang ditanamkan melalui organisasi. Pastinya mungkin di kaderisasinya ada yang salah. Bagaimana si mengajak warga MIPA ikut organisasi.”

Belum puas dengan jawaban kedua paslon, Tan Malaka memberikan contoh secara langsung. “Ini konkret ya, contohnya yaitu (Pedoman Baku Mutu Kaderisasi) PBMK. Tiap tahunnya yang diubah itu sanksinya …. Saya belum menemukan sosok presiden BEM FMIPA UB yang berani mengambil langkah konkret untuk melawan budaya tersebut. Contoh lagi, program kerja Pekan Budaya. Teman-teman MIPA berorganisasi dengan cara dogmatis, tidak tahu alasannya tapi diiyakan kalau ada info. Teman-teman tidak tahu esensial suatu program, yang diubah cuma (Key Performance Indicator) KPI. Pertanyaan saya, seberani apa kedua calon ini menanggapi masalah tersebut?”

Maqdis menjawab, “Melihat terlebih dahulu apakah kaderisasi di MIPA sesuai dengan kehendak warga MIPA itu sendiri. Dari situ bisa dievaluasi.”

Aldi, calon presiden nomor 1, menyampaikan, “Kami berkomunikasi dan menimbang pemikiran kamen dan juga bagaimana dari teman-teman HMD melihat kaderisasi ini. Apabila semua menjunjung asas keterbukaan atau blak-blakan, semua mengungkapkan pendapatnya, akan menghasilkan hasil yang terbaik.”

Pernyataan Tan Malaka kemudian ditanggapi oleh seorang warga MIPA. “Saya mempunyai jawaban tersendiri untuk menanggapi pertanyaan Mas Tan Malaka sebelumnya. Warga MIPA-nya kurang kemipaan aja, warga MIPA-nya tidak punya rasa bangga terhadap MIPA. Itu terdapat hubungan dengan BEM yang kurang merangkul ke grass root warga-warga MIPA. Pertanyaan saya, bagaimana tanggapan kedua paslon cara merangkul warga MIPA yang kurang dirangkul oleh BEM tahun-tahun sebelumnya?”

Kedua paslon menekankan pentingnya penguatan branding. Aldi menambahkan bahwa program kerja harus benar-benar berdampak bagi warga MIPA agar mereka yang sebelumnya tidak tertarik menjadi penasaran dan akhirnya terlibat.

Reporter: Aprilla Ragil Argiyani, Farrel Ezra D., M. Akrom Haqqani D.

Penyunting: Arief Kurniawan

Mahasiswa Statistika angkatan 2022. Bertugas sebagai Staf Humas dan Kreatif 2023-2024 dan Sekretaris Umum 2025. Suka mendengarkan musik. Suka menonton dan membaca kisah fiksi maupun non fiksi :) Tertarik dengan isu-isu terkini terutama isu sosial dan politik.