Monkeypox Desease: Ketakutan Baru Setelah Pandemi Covid-19

Sumber: https://kesehatan.kontan.co.id/

Oleh: Neta Dhea Putri Ferdyan

Monkeypox Desease atau yang lebih kita kenal sebagai cacar monyet
merupakan penyakit menular zoonosis yang muncul kembali dan tersebar luas di
berbagai daerah setelah beberapa dekade. Virus ini pertama kali muncul pada
tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo sebagai agen penyakit dengan penularan
terbatas dari manusia ke manusia. Pada tahun 2003, penyakit ini mewabah di
Amerika Serikat dengan penularan virus antara hewan peliharaan dan hewan
peliharaan ke pemiliknya.

Virus monkeypox merupakan anggota genus Orthopoxvirus,
famili
Poxviridae yang termasuk ke dalam subfamili Chordopoxvirinae.
Virus ini berkaitan erat dengan beberapa virus Orthopox lain termasuk virus
variola (cacar) sehingga tidak dapat dibedakan dalam beberapa uji laboratorium.
Virus ini dapat menginfeksi manusia melalui gigitan hewan, aerosol, ataupun
kontak langsung dengan lesi, dasar, dan cairan tubuh lainnya. Penularan secara
seksual dalam beberapa kasus dicurigai akibat adanya lesi pada kelamin dan
transmisi transplasenta. Virus cacar monyet pada manusia diisolasi hingga 18
hari setelah timbul ruam dan keropeng yang pecah selama pemulihan mengandung
virus yang menular. Kasus-kasus manusia yang terisolasi ditemukan di daerah
lain termasuk Inggris, Israel, dan Singapura, serta baru-baru ini ditemukan
kasus cacar monyet di Indonesia.

Gejala klinis penyakit ini dimulai dari periode
inkubasi yang berlangsung selama 6-16 hari dan dapat berkisar antara 5-21 hari.
Cacar monyet pada manusia mirip dengan cacar pada umumnya, seperti munculnya
ruam, tanda-tanda berkelanjutan, dan kelenjar getah bening yang membesar.
Biasanya penyakit ini dimulai dengan gejala nonspesifik, seperti flu, demam,
menggigil, sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia, sakit punggung, kelelahan,
mual, muntah, dan batuk tidak produktif. Sebagian besar pasien baru mengalami
ruam setelah beberapa hari merasa sakit, kemudian lesi kulit dapat muncul di
area bekas gigitan atau cakaran hewan, serta di selangkangan. Lesi biasanya
muncul dari bagian makula dan papula, kemudian berkembang menjadi vesikel dan
pustula, umbilikasi dan membentuk koreng dan akhirnya terlepas.

Penyakit cacar monyet dapat sembuh dengan sendiri nya
setelah gejala yang berlangsung selama 14-21 hari sehingga pengobatan yang
diberikan bersifat supportif. Pemberian Tecovirimat (agen kimia ST-246) yang
dikenal juga dengan Arestyvir telah dilisensikan untuk digunakan pada manusia
yang terinfeksi Orthovirus. Namun, penggunaan obat ini masih terbatas pada
pasien dewasa dengan berat badan sekurang-kurangnya 40 kg dan anak dengan berat
badan sekurang-kurangnya 13 kg.

Di Indonesia sendiri hingga 26 Agustus 2022 telah
tercatat 23 kasus suspek cacar monyet dengan 21 di antaranya telah berada dalam
status discarded, satu kasus terkonfrimasi, dan lainnya masih menunggu
hasil. Pasien pertama yang ditemukan di Indonesia merupakan pria berusia 27
tahun bertempat tinggal di Jakarta dan diketahui sempat melakukan perjalanan ke
luar negeri. Pasien mengalami gejala-gejala umum, serta ruam-ruam di area muka,
telapak kaki, dan di sekitar alat genital.

Upaya untuk mencegah penularan cacar monyet di
Indonesia, Satgas IDI meminta masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) dan menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat juga diminta
untuk tidak kontak langsung dengan orang bergejala cacar monyet, dan segera
memeriksakan diri apabila mengalami gejala cacar monyet setelah melakukan
perjalanan luar negeri, khususnya negara yang melaporkan kasus cacar monyet.

Sumber:

Gumandang, H. P. 2022. Monkeypox Disease: Wabah
Multi-Nasional. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory. 5(1):30-36.

https://www.republika.co.id/berita/rh7xi8330/satgas-sudah-ada-23-suspek-cacar-monyet-di-indonesia 

Editor: Nazarru Djalu Ulhaqi