

Di sebuah desa terpencil di Indonesia, terdapat sebuah legenda yang telah berusia ratusan tahun. Legenda itu berkisar pada Kepala Kerbau Tolak Bala, sebuah ritual yang dipercaya dapat melindungi desa dari segala macam bencana. Setiap tahun, pada malam bulan purnama, kepala kerbau yang telah dikubur di tengah hutan akan disembah oleh penduduk desa. Namun, ada satu aturan yang sangat ketat: jangan sekali-kali memindahkan kepala kerbau itu karena akan ada tumbal nyawa yang harus dibayar.
Suatu malam, Jovan, Alin, Leon, dan Naya memutuskan untuk menjelajahi hutan di sekitar desa. Mereka mendengar cerita tentang kepala kerbau itu dari orang tua mereka, tetapi mereka tidak percaya akan kebenarannya. Dengan semangat petualangan, mereka berangkat ke hutan, tertawa dan bercanda, tanpa menyadari bahaya yang mengintai.
“Kalian percaya nggak sih sama cerita tentang kepala kerbau itu?” tanya Jovan, sambil mengedarkan pandangannya ke arah hutan yang gelap.
“Aku sih nggak percaya,” jawab Alin. “Itu cuma mitos untuk menakut-nakuti anak-anak.”
Leon, yang selalu penasaran, berkata, “Bagaimana kalau kita cari tahu? Mungkin kita bisa menemukan kepala kerbau itu!”
Naya, yang lebih berhati-hati, mengingatkan, “Tapi, kita harus ingat, ada larangan untuk tidak memindahkannya. Kalau sampai terjadi sesuatu, kita bisa celaka.”
Mereka melanjutkan perjalanan, dan setelah beberapa saat, mereka menemukan sebuah area terbuka di tengah hutan. Di sana, tertanam sebuah kepala kerbau yang sudah tua, dikelilingi oleh batu-batu kecil yang membentuk lingkaran. Suasana di sekitar terasa mencekam, angin berhembus kencang, dan suara-suara malam seakan terhenti.
“Waishh! Ini dia!” seru Leon, terpesona oleh penemuan itu. “Harus kita foto, nih!”
Alin dan Jovan mengangguk setuju, tetapi Naya merasa tidak nyaman. “Jangan main-main, ini bahaya!”
Namun, Leon sudah terlanjur mendekat, dan tanpa berpikir panjang, ia mengangkat kepala kerbau itu. “Lihat, tidak ada yang terjadi!” teriaknya, bangga.
Tiba-tiba, langit gelap mendung, dan suara gemuruh menggelegar terdengar dari kejauhan. Jovan dan Alin mulai merasa cemas, tetapi Leon hanya tertawa. “Kalian ini terlalu percaya mitos! Ayo, kita bawa pulang ini!”
Naya merasa ada sesuatu yang salah dan mencoba untuk membujuk mereka. “Tolong, kembalikan! Kita tidak seharusnya melakukan ini!”
Namun, Leon tidak mendengarkan. Ia mengabaikan peringatan Naya dan mulai berjalan menjauh. Saat mereka berbalik untuk pulang, suasana hutan berubah drastis. Suara-suara aneh mulai terdengar, seolah ada sesuatu yang mengawasi mereka.
Malam semakin larut, dan ketegangan di antara mereka semakin meningkat. “Kita harus cepat pulang,” kata Alin, wajahnya pucat. “Aku merasa tidak enak.”
Ketika mereka berlari, tiba-tiba Naya terjatuh. “Aduh!” serunya, sambil memegang lutut. Jovan dan Alin segera membantunya berdiri, tetapi Leon tampak panik. “Ayo, cepat! Kita harus pergi dari sini!”
Saat mereka melanjutkan perjalanan, suara gemuruh semakin dekat. Tiba-tiba, mereka melihat bayangan besar melintas di antara pepohonan. “Apa itu?” tanya Jovan, ketakutan.
Naya yang masih kesakitan berusaha untuk tenang. “Mungkin itu hanya hewan. Ayo, terus jalan.”
Saat melanjutkan perjalanan, Leon yang berada di depan tiba-tiba terhenti. “Kalian dengar itu?” wajahnya berubah pucat.
Suara berat dan mengerikan terdengar dari belakang mereka, ada sesuatu yang mengejar!
“Kita harus pergi!” teriak Alin, menarik tangan Naya.
Mereka berlari sekuat tenaga, tetapi suara itu semakin mendekat. Di tengah kepanikan, mereka terpisah, masing-masing mencari jalan keluar. Jovan dan Alin berlari ke arah yang berbeda, sementara Naya terjatuh lagi, dan Leon tidak memedulikannya.
Dalam kegelapan, Naya merasakan kehadiran sesuatu yang mengerikan. Ia menoleh dan melihat sosok hitam besar berdiri di belakangnya, dengan mata merah menyala. “Kembalikan kepala kerbau itu!” suara itu menggelegar, membuat jantungnya berdegup kencang.
Naya berusaha bangkit, tetapi kakinya terasa lemah, “Tolong, jangan!” teriaknya, tetapi suara itu hanya tertawa, mengisi hutan dengan gema yang menakutkan.
Di sisi lain hutan, Jovan dan Alin akhirnya menemukan satu sama lain. “Di mana Naya dan Leon?” tanya Jovan, panik.
“Aku tidak tahu! Kita harus mencari mereka!” jawab Alin, tetapi saat mereka berbalik, suara mengerikan itu terdengar lagi, semakin kuat.
Mereka berlari, tetapi hutan seakan tidak ada ujungnya. Setiap langkah terasa berat, dan ketakutan mulai menguasai mereka. “Kita harus kembali ke tempat kepala kerbau itu!” seru Jovan, berharap bisa menemukan Naya dan Leon.
Ketika sampai di lokasi, mereka melihat kepala kerbau itu tergeletak di tanah. Tidak ada tanda-tanda Leon maupun Naya. “Apa yang terjadi?” tanya Alin, ketakutan.
Suara berat itu muncul lagi. “Kalian telah mengganggu ketentraman kami! Sekarang, kalian harus membayar!” Suara itu menggema, membuat tanah bergetar di bawah kaki mereka.
Jovan dan Alin saling berpandangan, menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar. “Kami minta maaf! Kami tidak bermaksud untuk mengganggu!” teriak Jovan, suara itu hanya menanggapi dengan tawa, mengisi hutan dengan kengerian.
Dalam kegelapan, Naya berjuang untuk bangkit. Ia melihat bayangan Leon dari kejauhan, sosok hitam itu menghalangi pandangannya. “Kembalikan kepala kerbau itu, atau kalian akan kehilangan nyawa!” teriak sosok itu.
Leon, yang kini merasa terjebak, menyesali tindakannya. “Aku tidak tahu ini akan terjadi!” teriaknya.
Saat suara itu semakin mendekat, Naya masih berusaha untuk terus bangkit dan berlari menuju suara Jovan dan Alin. “Aku di sini! Tolong, bantu aku!” teriaknya dengan sekeras-kerasnya.
Jovan dan Alin berusaha mencari Naya, namun mereka tidak menemukan petunjuk apa pun, hutan seakan menjadi labirin. “Kita nggak bisa tinggal di sini lebih lama!” seru Alin.
Akhirnya, mereka menemukan Naya, sosok hitam itu kini sudah berada sangat dekat dengan mereka. “Kalian tidak akan bisa melarikan diri!” teriaknya. Dalam sekejap, semua menjadi sangat gelap.
Dalam kegelapan itu, mereka mendengar suara gemuruh dan jeritan. “Letakkan kembali kepala kerbau itu, atau kalian semua akan mati malam ini!”
Dengan keadaan panik, mereka berlari ke tempat kepala kerbau itu. “Kita harus memperbaiki ini!” teriak Jovan, sambil berusaha mengangkat kepala kerbau yang berat.
Saat kepala kerbau itu kembali ke tempat semula, suara-suara tadi berhenti. Suasana hutan kembali tenang, walau masih ada ketegangan yang menggantung di udara. “Apa kita sudah selamat?” tanya Alin yang masih gemetar ketakutan.
Naya yang masih merasa lemah, mengangguk. “Kita harus pergi sejauh mungkin dari sini, dan jangan pernah kembali.”
Mereka berlari keluar dari hutan, tidak menoleh ke belakang. Saat mencapai desa, mereka berjanji untuk tidak pernah membahas pengalaman itu lagi. Kepala Kerbau Tolak Bala tetap menjadi misteri, dan mereka belajar bahwa beberapa legenda sebaiknya tidak diabaikan.
Malam itu, mereka tidur dengan rasa takut, berharap bahwa mereka tidak akan pernah mengalami kengerian seperti itu lagi. Namun, di dalam hutan, suara berat itu masih mengawasi, menunggu saat yang tepat untuk mengingatkan siapa pun yang berani melanggar larangan.
TAMAT.
Penyunting: Aprilla Ragil Argiyani
Beri Balasan